Kamis 09 Sep 2021 02:24 WIB

Islam dan Demokrasi di Mata Profesor Jepang

Islam tidak selalu bertentangan dengan demokrasi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Umat Islam (ilustrasi).
Foto:

ISIS mendekati Muslim yang telah belajar di atau pindah ke negara-negara Eropa dan AS untuk bergabung dengannya. Mayoritas orang-orang seperti itu telah mengkompromikan iman mereka dan berusaha untuk berbaur dengan komunitas lokal mereka, tetapi banyak yang menjadi terasing oleh diskriminasi dan prasangka yang mengakar. Orang-orang seperti itu terpikat ke IS.

Di sisi lain, setelah 9/11 AS menegaskan bahwa demokratisasi di Timur Tengah sangat penting untuk mewujudkan perdamaian. Pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden George W. Bush saat itu mengirim dan menempatkan pasukan di Irak dan Afghanistan, menuduh bahwa para pendukung terorisme hadir di negara-negara ini, dan mencoba mengubah politik dan institusi sosial mereka.

Namun, sangat tidak biasa bagi kebijakan luar negeri AS untuk menunjukkan ambisi terkait demokrasi setelah dipimpin Presiden Joe Biden. "Kami tidak pergi ke Afghanistan untuk membangun bangsa. Dan itu adalah hak dan tanggung jawab rakyat Afghanistan sendiri untuk memutuskan masa depan mereka dan bagaimana mereka ingin menjalankan negara mereka," kata Presiden AS Joe Biden pada 8 Juli saat membahas alasan penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

"Yang penting bagi AS adalah menghilangkan ancaman terorisme dengan membantu menstabilkan kawasan Timur Tengah, bukan membangun negara yang demokratis. Tentu saja, komunitas internasional tidak hanya berdiri di pinggir ketika Afghanistan membutuhkan bantuan untuk mencapai stabilitas," papar Keiko.

Baca juga : Tak Ada Perempuan di Kabinet, Komitmen Taliban Dipertanyakan

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement