Kamis 19 Aug 2021 05:01 WIB

Aneh, Ada Presiden yang Kabur Gondol Uang Kala Kabul Jatuh

Kisah kebanalan Presiden Afghanistan Asraf Ghani

Pejuang Taliban berpatroli di lingkungan Wazir Akbar Khan di kota Kabul, Afghanistan, Rabu, 18 Agustus 2021.
Foto:

Kisah Tak Berubah: Saigon 1975, Teheran 1979, Kabul 2021

Situasi itu persis seperti apa yang terjadi di ibu kota Vietnam Selatan, Saigon, kala kota itu jatuh ke tangan tentara Vietnam Utara yang dipimpin jenderal legendaris Ho Chi Minh. Saat itu orang-orang panik memaksa naik pesawat ke luar dari kota itu.

Sementara, sebagian warga Saigon lain memaksakan diri ke luar dari Saigon atau Vietnam Selatan dengan naik perahu menuju ke berbagai perairan yang berada di kawasan Asia Tenggara, seperti Batam di Indonesia. Saat itu mereka dikenal sebagai "manusia perahu". Mereka beberapa lama mendiami Pulau Galang.

photo
Situasi rusuh bandara kabul ketika Viet Cong kuasai Saigon di tahun 1945 - (bbc.com)

 

Dan kepanikan Saigon juga buah dari provokasi media massa barat dan Amerika. Kala itu, mereka ramai berteriak dan menulis berita bahwa kalau Saigon jatuh ke tangan Viet Cong penduduknya akan dibantai dan kota dibumihanguskan.''Tentara Komunis akan memancung kepala Anda. Maka pertahankanlah Saigon!'' tulis media barat besar-besar. Meski buktinya kemudian itu hanya isapan jempol. Viet Cong ketika menguasai Saigon ternyata tak melakukan pembantaian.

Dan hal yang sama kini juga terjadi kala Kabul jatuh ke dalam kekuasaan Taliban. Media massa barat cenderung atau punya tendensi seperti itu, yakni persis kala Saigon akan jatuh ke tangan Viet Cong, mereka pun kini menyebar ketakutan kepada warga Kabul. Berita tentang ancaman Taliban kepada kaum perempuan mereka gelontorkan habis-habisan.

Untungnya dalam jumpa pers yang berlangsung pada Selasa malam (17/8), pemimpin Thaliban berbicara dan menegaskan bahwa mereka tak akan melakukan balas dendam. Mereka juga akan memberi kesempatan kepada perempuan untuk sekolah atau beraktivitas di depan umum, dengan syarat para perempuan itu harus menyadari bahwa zaman sudah berubah dan mereka harus pula mengikuti aturan syariah Islam.

Dan sikap itu tecermin dari sikap seorang dokter yang selama ini bekerja di rumah sakit Kabul. Ketika kota ini jatuh ke Taliban, anaknya meminta agar dia ikut pergi bersamanya kabur ke Kanada. Menurut dia, situasi Afghanistan tak kondusif lagi.

Tapi, apa jawab sang ayah yang dokter itu.''Silakan kamu saja yang pergi, Nak. Saya akan di sini. Afghanistan adalah negara saya. Tak apa saya mati di sini.''

Setelah berkata seperti itu, dia kemudian pergi ke rumah sakit. Di jalanan dia bertemu dengan lalu lalang tentara Taliban. Di dekat rumah sakit Kabul dia masuk dalam pos pemeriksaan. Dia ditanya oleh tentara Taliban itu.

"Bapak seorang apa dan mau ke mana?"

''Saya dokter dan akan masuk ke rumah sakit kabul untuk bekerja."

"Okey silakan jalan, Pak. Tapi mohon nanti akan ada aturan lebih lanjut soal tata cara perawatan rumah sakit sesuai ajaran Islam, ya. Aturan itu tengah dibuat."

''Oh, ya. Bagaimana aturannya kira-kira,'' tanya dokter itu kepada tentara Taliban yang memeriksanya.

''Ya, nanti pasien pria dan wanita akan dipisahkan ruang perawatannya. Dokter pria bila akan memeriksa pasien wanita harus disampingi perawat wanita. Begitu kira-kira. Perinciannya nanti,'' kata Taliban.

Dokter pun kemudian berlalu masuk kerja. Tak ada interogasi rumit, bahkan balas dendam. Ini setidaknya sampai hari ini saat tulisan ini dibuat. 

photo
Imam Khomeini pulang ke Teheran di sambut massa pada 1 Februari 1979. - (Al Jazeera)

 

Jadi, ke depan, kita tunggu apa yang terjadi nanti. Bukankah selain Saigon dan Kabul, Teheran pun pernah punya situasi seperti ini? Saat itu, Imam Khomeini pulang dari Prancis dan Syah Iran yang jadi boneka AS kemudian terusir dari Iran. Wajah Iran yang dikuasai Khoemeini juga coreng-moreng habis-habisan di pers barat.

Iran kala itu segera dituduh sebagai negara pengekspor teror. Iran pun galak membalasnya. Imam Khomeini membalas dengan menyebut AS sebagai "setan besar". Buktinya, sampai sekarang Iran tetap eksis meski di embargo Amerika dan sekutu baratnya.

Zaman memang berganti, tapi ceritanya ternyata belum berubah. Sami mawon alias sama saja!

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement