Senin 02 Aug 2021 15:58 WIB

Kisah Prank dari Raja Idrus Markonah Hingga Akidi Tio

Sejarah prank elite sepanjang republik

Joker si tukang tipu dengan sejuta wajah
Foto:

Pada kisah lain, sejarawan Anhar Gonggong dan juga mantan anggota DPR Maiyasak Johan kembali menceritakan kisah serupa yang terjadi di era Presiden Suharto. Kali ini terjadi di tahun 1970-an kala ada cerita tentang seorang perempuan asal Aceh yang sedang hamil tidak biasa.

Mengapa? Kala itu tersiar kabar sang bayi yang masih dalam perut perempuan bernama Cut Zahara Fona bisa bicara. Tak tanggung-tanggung, bahkan si jabang bayi itu yang belum berada di dunia, bisa mengaji. Ajaib sekali.

Kisah ini juga tersebar luas ke publik. Masyarakat geger. Apalagi banyak orang yang bersaksi bila sudah mendengar langsung suara bayi itu ketika menempelkan telinganya ke perut Zahara. Lagi-lagi media masa saat itu ikutan heboh. Dia memuat aneka berita soal mendengarkan suara bayi diperut seorang ibu dengan perut dililit kain itu.

Kegemparan makin menjadi ketika pejabat resmi ikut-ikutan. Orang penting setingkat Menteri Luar Negeri Adam Malik ikut mengundang Zahara ke kantornya. Sikap ini malah diikuti koleganya, Menteri Agama Mochammad Dahlan. Dia bahkan memberi komentar fantastis. Katanya, "Imam Syafe'i pun selama tiga tahun di dalam perut ibunya." Rupanya ia menyamakan fenomena ajaib bayi yang ada di dalam perut Cut Zahara dengan bayi ulama besar Imam Syafi'i.

Kisah ini makin fantastis ketika gaungnya pun digosipkan diberitakan media internasional. Bumbu ceritanya bahkan dikatakan sampai ke Pakistan. Ada media menulis bila Pemerintah Pakistan mengundang Cut Zahara dan suaminya piknik ke Istanbul. Hebatnya lagi, media tersebut mengolahnya dengan tambahan ramalan bila sang bayi yang ada dalam perut Cut Zahara manakala lahir nanti akan menjadi sosok suci, yakni Imam Mahdi.

photo
Keterangan foto: Cut Zahara Fona yang dihebohkan mengandung bayi yang sudah bisa mengaji meski masih di dalam perut - (Google.com)

 

Dan, kabar riuh ini akhirnya masuk ke dalam istana. Kala itu, pejabat penting negara sekelas Sekdalopbang (Sekretaris Pengendalian Pembangunan) Bardosono sampai tergerak membawa Cut Zahara bertemu Presiden Suharto. Bukan hanya itu, sang Presiden pun benar-benar bertemu di ruang tunggu Bandara Kemayoran. Ibu Tien pun turut mendampinginya.

Untunglah Ibu Tien waspada. Rupanya ia tak gampang percaya seraya meminta yang kini sering dikatakan sebagai bukti forensik dengan meminta Cut Zahara di bawa ke RS Cipto Mangunkusumo. Tak ayal lagi, Cut Zahara diperiksa. Dan ternyata ditemukan sebuah tape recorder kecil yang dililitkan diperutnya. Rahasia bayi ajaib pun terbongkar.

Lalu, bagaimana pada zaman berikutnya?

Ya, ternyata kisah serupa tetap terjadi. Baik itu merupakan kisah serius yang melibatkan elite hingga fenomena "kegilaan sosial" rakyat biasa.

Pada fenomena yang serius, semua masih ingat kasus tambang emas Busang di Kalimantan atau Skandal Bre-X. Kisah ini terjadi di tahun 1993, saat seorang geolog asal Filipina, Michael de Guzman, mengeklaim telah menjelajahi sejumlah hutan di pedalaman Kalimantan dan menemukan jutaan ton cadangan emas yang siap eksplorasi.

Dan untuk meyakinnya, selama tiga tahun setelah klaim itu, Guzman memproduksi ribuan sampel emas. Omongan dia menarik para investor untuk menanamkan duitnya di perusahaan tambang Kanada tempatnya bekerja yang disebut Bre-X Minerals. Alhasil saham perusahaan ini harganya melonjak tajam.



Tapi, gorengan Guzman kemudian terbuka. Ternyata kemudian omongan dia tak terbukti dan hanya klaim sepihak. Padahal, koran-koran sudah keburu ramai memberitakannya. Guzman ternyata penipu dan kemudian bunuh diri. Lahan emas ternyata cuma isapan jempol. Republika yang kala itu baru terbit sempat menulis tajuk: Ada Udang di Balik Busang.

Pada masa pemerintahan berikutnya pun sama. Ada skandal Suwondo yang tukang pijat tiba-tiba namanya disebut terkait kasus bantuan Sultan Brunei. Rumitnya lagi, media pun sempat memperbincangkannya secara luas karena menyangkut dengan kekuasaan, yakni posisi Presiden Abdurrahman Wahid. Jurnalis yang saat itu meliput di Polda Metro Jaya pasti melihat seperti apa sosok bongkahan tumpukan duit yang menjadi barang bukti kasus Suwondo digelar oleh kepolisian.

Saat itu, suasana publik pun heboh bukan main. Banyak orang pun takjub karena uang bantuan sebanyak Rp 29 miliar yang dijadikan barang bukti kasus itu diperlihatkan ke publik. Jurnalis yang meliput gelar perkara Suwondo sempat bisa melihatnya meski dilarang keras menyentuhnya karena petugas polisi mengawal ketat mencegah kalau ada tangan iseng wartawan mencoba menjumput uang itu. Akhirnya dan entah karena apa, perbincangan kasus ini meredup seiring lengsernya Gus Dur.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement