Kamis 29 Jul 2021 15:44 WIB

Dekade Setelah Revolusi Tunisia dan Mantan Milisi ISIS

Ketidakpuasan pada pemerintah dn ekonomi labil mendorong warga bergabung dengan ISIS.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Dekade Setelah Revolusi Tunisia dan Mantan Milisi ISIS. Demonstran melempari polisi di Kota Ennour dekat Kasserine, Tunisia, Rabu, 20 Januari 2016. Tunisia memberlakukan jam malam akibat protes yang meluas.
Foto:

Beberapa kali sehari, terjadi penyiksaan verbal dan fisik. Pasal 23 Konstitusi baru Tunisia yang disetujui pada 26 Januari 2014 dan diberlakukan pada 10 Februari di tahun yang sama melarang adanya penyiksaan moral atau fisik. Nyatanya, penyiksaan terus terjadi.

Dilansir New Lines Magazine, Kamis (29/7), Presiden Union of Independent Tunisians for Freedom (UTIL) yang bekerja pada pencegahan radikalisasi dan ekstremisme Moez Ali mengatakan pusat penahanan memiliki peluang besar untuk perekrutan para milisi. “Mereka yang masuk untuk mencuri atau menjual narkoba tanpa kecenderungan agama tertentu, memiliki kemungkinan besar mendekati Islam paling radikal dan menjadi milisi melalui osmosis internal. Risiko ini telah diketahui pihak berwenang setidaknya sejak awal 2000-an,” kata Ali.

Selama tahun penahanan yang panjang, khususnya para tahanan muda mulai dipengaruhi oleh milisi veteran Irak, orang-orang Tunisia yang telah bergabung dengan kelompok militan untuk mempertahankan dar al-Islam, wilayah Islam dari orang-orang kafir.

UU No. 75 tanggal 10 Desember 2003 di bawah Eks Presiden Tunisia Ben Ali ditujukan untuk melawan terorisme dengan hukuman lima sampai 12 tahun penjara. Pada 2011, itu telah digunakan untuk menahan 3.000 tersangka teroris, banyak dari mereka dihukum berdasarkan bukti yang diambil melalui penyiksaan.

Sebuah undang-undang pascarevolusi yang disahkan pada 25 Juli 2015, meningkat dari enam menjadi 15 hari bagi tersangka untuk diinterogasi di tempat rahasia tanpa kontak dengan dunia luar. Peneliti Institut Studi Strategis Tunisia (ITES) Fakhreddine Louati mengatakan masalah sebenarnya adalah kurangnya strategi jangka panjang pemerintah yang ditargetkan dan fungsional.

Kurangnya penjara khusus dengan sistem manajemen khusus, larangan komunikasi antarnarapidana, tidak adanya program deradikalisasi, pendidikan ulang, dan reintegrasi sosial menjadi faktor alasan utama dibalik masalah ini. Menurut laporan ITES, 90 persen jihadis di penjara dan pengikut baru mereka memiliki keinginan yang tak terpadamkan untuk membalas dendam. Bukannya merehabilitasi, sistem itu semakin mempersempit cakrawala mereka dan mengubah jalan mereka menjadi radikal.

https://newlinesmag.com/reportage/sacred-terror-in-secular-tunisia/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement