Kamis 29 Jul 2021 15:44 WIB

Dekade Setelah Revolusi Tunisia dan Mantan Milisi ISIS

Ketidakpuasan pada pemerintah dn ekonomi labil mendorong warga bergabung dengan ISIS.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Dekade Setelah Revolusi Tunisia dan Mantan Milisi ISIS. Demonstran melempari polisi di Kota Ennour dekat Kasserine, Tunisia, Rabu, 20 Januari 2016. Tunisia memberlakukan jam malam akibat protes yang meluas.
Foto:

Tindakan tersebut memicu aksi protes yang berkembang. Protes melanda seluruh negeri dan dalam beberapa pekan menyebabkan jatuhnya Diktator Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali. Setelah itu, terjadi transisi demokrasi yang diikuti dengan janji keadilan, pembangunan, dan reformasi.

Namun, kombinasi dari kekacauan dan pengabaian setelah revolusi membuat sedikit perubahan. Harapan warga memudar karena ketidakpedulian pemerintah.

Perekonomian semakin tidak stabil dan rasa ketidakpuasan semakin tumbuh. Ini menyebabkan hubungan antara pemerintah dan warga semakin renggang.

Kekosongan politik dan sosial ini dimanfaatkan oleh propaganda para milisi salafi untuk membentuk asosiasi baru, mengumpulkan dana, dan terlibat dalam kegiatan dakwah. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, kelompok militan Tunisia Ansar al-Sharia yang didirikan pada April 2011 dan setia kepada Alqaidah dan ISIS merekrut lebih dari 70 ribu anggota.

Pada saat pemerintah mendeklarasikannya sebagai kelompok teroris pada 2013, mereka telah menyusup ke komunitas lokal dan memanfaatkan rasa frustrasi masyarakat terhadap pemerintah. Selain mengutuk tindakan sekularisme di Tunisia, kelompok itu juga mempromosikan visinya menentang dunia dan berperang atas nama ISIS di Suriah dan Irak. Mohamed bergabung dengan milisi di Suriah dalam upaya memperluas negara Islam.

Pertempuran terus terjadi sehingga menewaskan banyak orang. Kontradiksi doktrin ISIS dan kerasnya pertempuran memengaruhi Mohamed dan ia segera mengakhirinya.

“Saya masih percaya pada Negara Islam dan kembalinya bentuk murni Islam tapi tidak mengotori tangan Anda dengan darah. Tidak memenggal kepala, menyiksa, dan memperkosa,” ucap dia.

Pada musim panas 2015, Mohamed kembali ke Tunisia. Dia segera ditangkap dan didakwa sebagai anggota kelompok teroris. Dia menghabiskan lima tahun di penjara Mornaguia, penjara terbesar di Tunisia selama 60 bulan dengan 47 orang lainnya. Banyak mayat tak dikenal yang ditumpuk di atas satu sama lain di ruang yang suram dan sempit.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement