REPUBLIKA.CO.ID, — Istilah radikalisme kerap dikaitkan pemerintah dengan terorisme. Padahal, sejatinya terorisme tak pernah lahir dari rahim agama mana pun, termasuk Islam.
Terorisme acap kali lahir dari pergumulan cengkeraman dunia atas suatu kepentingan tertentu yang menyesatkan. Yang tak kalah penting, terorisme terkadang bisa lahir dari ketidaktahuan dan kegamangan individu.
Kata radikal tak selamanya identik dengan terorisme. Radikalisme secara bahasa berasal dari kata raddix atau mengakar, tidak hanya mengacu pada tindakan negatif.
Ustadz Arrazi Hasyim berbagi kisah mengenai perjalanan dirinya sebagai penuntut ilmu yang pernah menganut beragam keilmuan tertentu dengan ekstrem. Sempat salah arah, rasa keingintahuan dalam menuntut ilmu yang menggebu-gebu membuatnya melakukan rihlah ilmiah terkait pandangan yang dianut.
Lewat proses pencarian ilmu yang radikal, Sang Ustadz berubah. Dia semakin memahami suatu keilmuan secara matang. Tak mengherankan jika ustadz yang ahli dalam bidang tarekat ini sangat menguasai berbagai sejarah keilmuan Islam dengan baik.
Tak kalah penting, kata dia, perubahan radikal dalam mencari ilmu juga harus diselaraskan dengan dasar yang mengacu pada Alquran dan hadits. Dia menggarisbawahi bahwa perubahan radikal ke arah positif itu bisa terwujud asalkan didukung dengan lingkungan pendidikan yang tepercaya."Cari guru yang memang sejalan dengan napas Islam, para sahabat, dan yang bersambung dari Nabi Muhammad SAW," kata dia.