JAKARTA -- Arab Saudi kini telah membuka umroh. Ini dilakukan dengan usai musim haji dan proses sterilisasi kawasan Masjidil Haram. Jamaah asal Indonesia pun dapat berumroh dengan berbagai persyaratan, misalnya bebas Covid-19, melakukan isolasi mandiri selama dua pekan di negara ketiga, mendapat suntikan vaksin baru selain Sinovac, dan berbagai hal teknis lainnya.
Menyadari syarat itu, pengusaha travel umroh Muharom Ahmad malah menyatakan, meski terbuka peluang untuk umroh, sebaiknya jangan dilakukan sekarang. Sebab, ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni secara aturan teknis dan syar'i atau hukum Islam.
''Boleh saja umroh, tapi tetap tak mudah. Bagi yang kaya dan mampu bisa saja, tapi apa mungkin mereka melakukan umroh sampai 34 hari? Apa kalau dia punya bisnis tidak masalah? Sebab, haji plus saja di waktu normal hanya 21 hari,'' kata Muharom dalam perbincangan bersama Republika, Rabu (28/7).
Lalu, lanjut Muharom, apa mungkin umroh kali ini dilakukan oleh jamaah haji dengan ekonomi pas-pasan? Mereka sekarang saja kesulitan membiayai hidupnya sehari-hari, apa bisa membiayai hidup di negara lain pada hari-hari ini? ''Ingat, umroh hari ini bukan umroh pada suasana yang normal. Pasti harganya dan tantangannya akan berlipat. Apakah mereka akan bisa jangkau?''
"Lagi pula kalau mau jujur, umroh pada masa pandemi hanya bisa dilakukan sekali saja. Di Makkah, mereka pun tak bisa bolak-balik umroh atau bebas bepergian ke mana saja. Mereka hanya tinggal di dalam hotel dan hanya sekali berumroh. Masuk ke Masjidil Haram pun harus dijadwal, enggak bisa setiap saat. Melihat seperti ini, apakah masih nyaman untuk berumroh? Makan pun harus memakai nasi yang dibungkus berupa paket di dalam hotel. Jadi, jangan bayangkan meriah seperti diwaktu sebelum pandemi,'' katanya.
Dan pada sisi aturan syar'i, Muharom menegaskan, apakah pergi meninggalkan atau keluar dari wilayah wabah itu sesuai dengan ajaran Islam, yakni hadis Rasullah Muhammad SAW? Sebab, sangat jelas ada hadis sahih yang melarang seseorang keluar dari daerah yang sedang terjadi pandemi atau wabah. Maka, di situ Nabi SAW sudah sangat jelas melarangnya.
''Nah, di titik itulah saya berpikir dan merenung. Memang sebagai seorang pengusaha, kabar dibukanya umroh menyenangkan dan sudah membayangkan keuntungan. Tapi, apakah ini perlu dilakukan? Umroh bukan wajib, apalagi dalam suasana wabah. Yang wajib sekarang adalah membantu sesama yang terkena dampak pandemi. Dana untuk umroh lebih baik dibagikan kepada mereka yang susah. Ini lebih mulia dan Islami,'' ujarnya.
Bayangkan, lanjut Muharom, meski punya kemampuan lahir dan batin untuk melakukan umroh pada saat ini, apakah tepat bila telinga dan percakapan di grup media sosial masih mendengar berita duka orang yang banyak orang wafat, melakukan isolasi mandiri, atau kesulitan ekonomi karena pandemi? Dan itu tetangga, kerabat, atau rekan sendiri. ''Jadi, pada saat ini lebih baik dana umroh yang akan digunakan berikan saja kepada mereka. Itu, sekali lagi jauh lebih mulia.''
Tak hanya itu, tegas Muharom, umat Muslim pun harus sadar bila ajaran Islam tak hanya untuk kesalehan pribadi, tapi merupakan sebuah cerminan dari diri yang punya kesalehan sosial. Umroh pada masa sangat sulit sekarang ini malah bisa menjauhkan diri dari nilai-nilai agama Islam.
''Jadi, pesan moralnya, lakukanlah nanti umroh di masa yang sudah normal. Saat ini, kalau merasa mampu, bantulah yang tengah menderita karena pandemi covid. Bantulah keluarga yang wafat, yang terancam kelaparan, kehilangan,'' ujar Muharom lagi.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Ghapura (Gabungan Pengusaha Haji dan Umrah Nusantara) Baluki Ahmad juga sepakat bila saat ini lebih baik umat Islam menunda kepergian umroh. Ini karena, selain wilayah Indonesia masih pandemi, ada kebutuhan sosial yang lebih mulia untuk ditunaikan. Kesedihan ada di mana-mana. Ancaman kesukaran hidup sangat nyata. Bahkan, banyak sekali orang yang terkesan mampu sebenarnya untuk makan sehari-hari susah karena hilang sumber nafkah.
''Dari dalil syar'inya jelas ada hadis sahih melarang keluar dari daerah yang lagi terkena wabah. Dari sisi teknis, aturan umroh pun sukar dipenuhi. Dari sisi moral, apakah tega meninggalkan kerabat dan tetangga yang hidupnya terancam? Ini jelas sangat tidak Islam. Membantu mereka jauh lebih penting saat ini dari pada pergi umroh,'' ujar Baluki.
Di sisi lain, kata Baluki, umat Islam pun harus paham bila ada ibadah yang sebenarnya punya pahala yang setara dengan umroh. Salah satunya adalah melaksanakan dengan ikhlas sholat sunah Isyraq atau syuruq yang dilakukan waktunya setelah terbit matahari sekitar 10 menit. Maka bila dikerjakan fadilahnya setara dengan melaksanakan ibadah Umrah dan haji sempurna.
"Sholat itu Rosul dahuu doakan kepad yang melakukannya dengan fadilah seperti itu. Nah, ini saja yang tepat dilakukan pada masa pandemi ini. Pahalanya sama dengan pahala umroh. Ini banyak umat Islam yang belum tahu.''
''Selain itu, saya tahu bila ada pihak yang kebelet umroh karena dia mampu lahir dan batin, kebanyakan mereka sudah melakukannya lebih dari sekali. Mereka ingin terus mengulang dan mengulang. Alasannya klasik, sudah rindu Baitullah. Perasaan ini sih baik, tapi tidak tepat di masa pandemi ini. Sadarlah dan pahamilah itu,'' kata Baluki menandaskan.
Aturan Arab Saudi
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menyebutkan sembilan negara yang tidak dapat melakukan penerbangan langsung, yakni India, Indonesia, Pakistan, Turki, Mesir, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon.
Jamaah umroh dari sembilan negara itu harus transit di negara ketiga di luar sembilan negara tadi untuk melakukan karantina selama 14 hari sebelum terbang menuju Arab Saudi.
Selain dengan syarat usia 18 tahun ke atas, Saudi mensyaratkan jamaah umroh telah divaksin penuh dengan salah satu dari empat vaksin ini: AstraZeneca, Pfizer, Moderna, dan Johnson & Johnson.
Namun, bagi jamaah umroh yang divaksin dengan vaksin buatan China, seperti Sinovac atau Sinopharm, Arab Saudi tetap membolehkan berangkat dengan syarat jamaah kembali divaksin dengan salah satu vaksin di atas. Di Indonesia telah tersedia vaksin AstraZeneca. Selain itu, bagi sebagian warga Indonesia telah disediakan vaksin Moderna meskipun hanya untuk para tenaga kesehatan sebagai dosis ketiga.
Ditambah lagi dengan karantina di Indonesia setelah pulang dari Arab Saudi. "Selain mahal, butuh waktu lama hampir sama seperti ibadah haji," Baluki.