REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menurut studi yang dilakukan Dewan Eropa pada Selasa (6/7) lalu, Muslim di Eropa percaya unggahan kebencian daring yang menargetkan Muslim sama bahayanya dengan serangan publik. Perwakilan Khusus anti-Semit, anti-Muslim, dan bentuk intoleransi agama Daniel Holtgen mengatakan, kondisi ini merupakan perkembangan yang berbahaya.
Holtgen menyampaikan, hasil studi tersebut dilakukan dengan asosiasi Muslim di delapan negara Eropa pada konferensi pers. Di antara delapan negara itu ada Prancis, Inggris, dan Jerman.
Studi menyebut ancaman pembunuhan, seruan untuk kekerasan terhadap Muslim, dan bahasa kasar tidak termasuk dalam kategori kebebasan berbicara. Sikap tersebut seharusnya juga dilarang dilakukan secara daring.
“Segala sesuatu yang dilarang dalam kehidupan publik juga harus dilarang di internet. Ini berlaku untuk bentuk diskriminasi dan rasialisme lain terhadap Muslim,” kata Holtgen, dilansir Anadolu Agency, Rabu (7/7).
Dia menambahkan, sebagian besar unggahan dibagikan secara anonim. Namun, jumlah pengguna yang berbagi baru-baru ini meningkat. Korban pelecehan daring tidak melaporkannya ke pihak berwenang karena mereka yakin para pelaku tidak akan mendapat ganjaran.
Sementara itu, asosiasi Muslim mengeluh tentang kurangnya perlindungan dari lembaga-lembaga negara. Mereka berpikir hal ini terjadi karena pencatatan peristiwa yang tidak memadai.
Holtgen mengatakan, semua pihak berwenang dan masyarakat harus lebih peka tentang kebencian anti-Muslim. Pada wal 2022, Komisi Eropa Menentang Rasialisme dan Intoleransi (ECRI) akan menyiapkan laporan tentang masalah ini.