Rami Younis dalam tulisan opininya berjudul Orang Israel adalah Korban dari Media Sendiri yang diterbitkan di TRT World mengatakan, itu bentuk segresi budaya yang dibangun agar membuat orang Palestina kehilangan haknya. Orang Arab biasanya bekerja di posisi layanan, tak peduli seberapa tinggi pendidikan mereka. Sebab, rata-rata orang Israel lebih suka melihat mereka sebagai penyedia layanan. Ini juga berlaku pada editor, produser, dan pengambil keputusan di media.
Kurangnya pengetahuan tidak bisa menjadi satu-satunya alasan diskriminasi di media. Rasa ingin tahu adalah bagian dari sifat manusia dan komponen kunci dalam jurnalisme. Lantas, mengapa orang-orang media Israel tidak ingin tahu lebih banyak tentang orang Palestina?
Rami mengatakan itu karena fantasi utama hegemoni Israel yang berasal dari ideologi penjajah zionisme. Menurut konsep ini, negara Yahudi adalah perwujudan dari kembalinya tanah yang dijanjikan, tanah yang hanya dimiliki oleh orang-orang Yahudi. Tanah ini tidak masalah apabila harus dibangun di atas penderitaan bangsa lain.
Namun, bangsa itu, Palestina masih hidup dan berjuang selama 73 tahun. Jika orang-orang Palestina angkat bicara dan menyuarakan rasa sakit atau narasi mereka, ilusi Zionis yang dibagikan tampaknya tidak lagi menjadi cerita yang bagus dan positif. Setiap kali ada eskalasi antara Israel dan Gaza, Tepi Barat dan warga Palestina, media selalu berada di belakang juru bicara militer Israel.
Misalnya, saat awal serangan Israel ke Gaza, hampir tidak ada media yang menunjukkan fakta Netanyahu telah mengaturnya untuk keuntungannya di tengah krisis pemerintah. Sebaliknya, sebagian besar saluran TV mengulangi pesan pemerintah Netanyahu.