Selasa 01 Jun 2021 04:50 WIB

Samira , Muslimah Palestina yang Perjuangkan Pengungsi

Samira merupakan seorang sarjana Islam yang sangat dihormati.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Agung Sasongko
Samira Mohyeddin
Foto:

Samira lahir di satu kota yang sama dengan sang suami, Kota Jenin, Tepi Barat. Dia tidak pernah melupakan perjuangan rakyat Palestina. Selama Perang Enam Hari tahun 1967, Samira dipaksa mengungsi. Pernikahannya dengan Sheikh Azzam yang beberapa tahun lebih tua dari Samira, berjalan dengan lancar. Mereka saling berkompromi dan belajar satu sama lain.

Ketika perang di Irak lepas kendali, ini menciptakan pengungsian Irak dan ketidakstabilan terus berlanjut di Timur Tengah. Seperti suaminya, Samira tahu kekuatan wilayah terletak pada persatuan dan konsep umat. Dia kecewa lantaran dunia Muslim terpecah.

Dalam seruannya, Sheikh Azzam mendesak umat Islam untuk membela korban agresi di Timur Tengah dan Asia serta membebaskan tanah Muslim dari dominasi Barat. Samira bersikeras bahwa suaminya tidak mendukung aksi terorisme misalnya pada 11 September 2001 atau pemboman London 2005.

Di sisi lain, Samira merupakan pendidik hebat yang memusatkan perhatiannya pada bencana alam atau manusia, membela para janda dan anak yatim piatu, serta orang-orang yang dirampas. Yang sangat populer, dia adalah pendukung kuat pemberdayaan perempuan melalui Islam di Peshwar, Pakistan. Emansipasi wanita di Peshawar selama tahun 1980-an sebagian karena pengaruh Samira.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement