Rabu 10 Mar 2021 13:27 WIB

“Happening” dan Tradisi Berjamaah Kita

Tradisi berjamaah tatap muka dalam tabligh akbar terancam pandemi

Tradisi berjamaah tatap muka dalam tabligh akbar terancam pandemi . Dzikir Akbar Jamaah Majelis Rasulullah SAW

Semua tokoh yang memotori gerakan tersebut, telah melakukan apa yang dikatakan Hiroko Horikoshi, yaitu mengambil peranan sendiri untuk merumuskan gerakan pembangunan moral, baik melalui acara peringatan haul, atau yang lain. 

Dia merumuskan gerakan yang berbeda dengan partai politik ataupun LSM. Paling tidak, peringatan itu telah melahirkan keteraturan dan ketentraman yang melibatkan puluhan ribu jiwa, sekaligus memberikan shock theraphy bagi masyarakat.

Ada sesuatu yang menarik perhatian para jamaah, hingga mereka rela datang dengan inisiatif sendiri. Yaitu “ngalap berkah” (mencari berkah), maka selama itu pula kesuka-relaan akan mendorong mereka untuk bergerak mencapai berkah.

Menurut Gus Dur, prinsip kesuka-relaan dan keihklasan atas dasar agama tersebut, adalah suatu hal yang menggerakkan dan menghidupi masyarakat kita dewasa ini. Ada peluang bagi kita, untuk menerapkan prinsip kesuka-relaan ini pada wilayah yang lebih luas.

Tentu saja, tradisi ini akan menguntungkan bangsa Indonesia, jika diciptakan terobosan epistemologis untuk menerapkan prinsip kesuka-relaan ini pada segala aspek.

Dalam kehidupan berpolitik kita saat ini misalnya, tampaknya aspek kesuka-relaan sangat relevan untuk diterapkan. Dengan begitu, akan muncul para politisi yang suka rela membangun bangsa dengan mengesampingkan kepentingan sendiri.

Salah satu contoh gerakan penerapan prisnsip tersebut di bidang politik, adalah peristiwa deklarasi “Jihad Kebangsaan” yang digaungkan oleh KH  Hasyim Asy’ary. Sejarah mencatat, puncak dari gerakan tersebut melahirkan resolusi Jihad yang terbukti mampu membakar patriotisme santri dan arek-arek Suroboyo. Kiai Hasyim, berjuang, baik melalui politik dan fatwa, bukan atas dasar kepentingan sendiri, melainkan atas prinsip di atas.

Begitu pula apa yang dicontohkan KH Wahab Hasbullah ketika menjadi pimpinan “Masyumi”. Saat itu, dia berpendapat agar Masyumi menerima ajakan Bung Hatta, untuk duduk di kabinet meskipun salah satu program kabinet tersebut ditentang Masyumi sendiri.

Kyai Wahab berhujjah, jika salah satu program Hatta dianggap munkar, maka Masyumi harus melenyapkan kemungkaran tersebut dengan maksimal, karena sudah menjadi kewajiban agama. Kewajiban tersebut tidak akan bisa dilakukan jika tidak berada di dalam kabinet, kalau berada di luar, Masyumi tidak akan bisa berbuat apa-apa, paling cuma gembar-gembor.

Jelaslah bagi kita, asas kesuka-relaan dan keterbukaan sistem politik sangat diperlukan dalam sikap dan landasan kehidupan kita sebagai bangsa. Happening tersebut, terbukti mempunyai nilai strategis yang sangat berarti bagi bangsa ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement