Ahad 14 Feb 2021 04:57 WIB

Radikal DIn Syamsuddin Hingga Akar Islamophobia di Jawa

Akar Islamophobia di Jawa

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920
Foto:

Namun, pada sisi lain, akar ketidaksukaan kekuasaan Jawa kepada Islam sebagai politik, terlacak pada peristiwa yang lebih lama lagi. Ini terlacak pada peristiwa pembantaian ribuan santri dan kiai pada era raja Mataram, Amangkurat I.

Latar belakang pristiwa ini karena Amangkurat I merasa jengah karena terus dikritik para ulama karena kebijakannya. Kritikan kepada ini salah satunya dilakukan oleh Sunan Giri Prapen di Gresik. Seorang ulama lain di Surabaya kala itu ikt mengkritiknya termasuk para bangsawan lain yang berpengaruh.

Kritikan ini misalnya soal perbedaan sikapnya atas pilihan mendekat ke VOC, padahal di masa ayahnya -- Sultan Agung -- perusahaan kongsi asal Belanda ini jadikan musuh dan harus diperangi. Dan kritikan ini memuncak kala adanya peristiwa perebutan seorang perempuan yang sudah menjadi kekasih dari salah satu anaknya (pangeran). Meski itu permintaan raja, sang perempuan itu enggan dipetik menjadi isteri.

Dan karena penolakan itu, Amangkurat sangat murka. Dia kemudian memerintahkan sang pangeran yang juga anaknya itu membunuh perempuan itu beserta keluarganya. Dia memerintahkan dengan memberikan sebilah keris tanpa sarung. Katanya: sarung dari keris ini adalah perempuan itu beserta keluarganya. Dan pangeran menjalankan titah Amangkurat itu dengan sangat berat.

Kabar ini meluas dan sampai ke telinga para ulama. Mereka bereaksi dengan memprotesnya. Seorang bangsawan senior yang di Surabaya, Pangeran Pekik, juga ikut mengkrtitiknya.

Akibat kritik ini Amangkurat yang menggenggam imanjinasi kekuasan di Jawa dengan konsep 'Dewa Raja' (Raja adalah wakil Tuhan dan berkuasa mutlak dan ini persis dengan yang terjadi pada raja Luis Ke XIV di Prancis) mengamuk. Dia menyuruh bala tentaranya menyerbu dan membakar pesantren Giri Prapen. Bahkan, seluruh pesantren yang kala itu ada di sepanjang pinggiran Bengawan Solo dari hulu hingga muara yakni di Gresik, diratakan dengan tanah.

Tak hanya itu santri dan kiai juga ditangkapi. Mereka kemudian dikumpulkan di alun-alun keraton untuk di bantai. Catatan dari arsip Belanda, pembantaian ribuan santri dan kiai ini dilakukan Amangkurat pada sebuah pagi hari ketika matahari terbit hingga berakhir ketika matahari sudah naik setinggi sepenggalah. Kisah bengis ini  tercermin pada catatan Gubernur Hindia Belanda asal Inggris yang menulis buku History of Java': Thomas Stamford Raffles.

Rafles menceritakan betapa Amangkurat I itu seorang raja pemarah dan gampang bunuh orang. Bahkan, bila hatinya lagi tak keruan, pernah ada seorang  juru taman yang telat memberikan pinang dan sirih, dia dengan begitu saja menikamnya dengan memakai keris kecil (cundrik). Dia membunuh sang juru taman seolah soal sepele saja terkesan hanya melempar sebuah keris kecil ke badan sesorang saja.

photo

Keterangan foto: Eksekusi putra Raja Amangkurat  dengan cara dicekik dan permaisuri serta para dayang-dayangnya di eksekusi dengan cara di lempar ke kandang macan yang tidak diberi makan selama berhari-hari.

Tentu saja peristiwa sadis ini membuat horor kaum santri. Yang belum tertangkap melarikan diri dengan cara mengungsi ke daerah selatan Jawa yang relatih jauh dari pusat kerajaan. Di masa Indonesia merdeka wilayah ini -- yang membentang dari pesisir selatan jawa dari Pacitan sampai Cilacap -- kemudian terkenal menjadi daerah santri yang orangnya berani kritis dan juga dikenal sebagai wilayah pemasok pendiri dan anggota TNI.

Jadi jangan heran dari wilayah ini lahir hampir semua tokoh TNI dari Jendral Sudirman, Gatot Subroto, Ahmad Yani, hinga Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyuno berasal dari bentangan wilayah ini.

Bahkan saking pembernai dan kritisnya, tokoh yang terlibat dalam peristiwa pemberontakan PKI 1965, termasuk para jendral yang menjadi pahlawan Revolusi banyak berasal dari daerah ini. Bahkan para pengikut gerakan teroris terindikasi banyak yang berasal dari kawasan ini. Padahnya, wilayah ini mirip wilayah orang Slavia dan Prusia di Eropa yang banyak memasok prajurit dan ksatria militer yang hebat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement