Rabu 10 Feb 2021 12:41 WIB

"Guru-Guru PAI Khawatir Soal SKB Tiga Menteri"

Salah satu pembahasan pendidikan agama yang disampaikan guru yakni menutup aurat

Rep: Imas Damayanti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pelajar SD Negeri 42 memakai seragam pramuka dilengkapi atribut kerudung (jilbab) saat mengikuti aktivitas belajar mengajar di Banda Aceh, Aceh, Jumat (5/2/2021). Tiga menteri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keagamaan (Kemenag) meluncurkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Pelajar SD Negeri 42 memakai seragam pramuka dilengkapi atribut kerudung (jilbab) saat mengikuti aktivitas belajar mengajar di Banda Aceh, Aceh, Jumat (5/2/2021). Tiga menteri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keagamaan (Kemenag) meluncurkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri menuai pertanyaan di tengah guru-guru pendidikan agama Islam (PAI). Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menjelaskan, dalam sekolah-sekolah negeri di daerah berbasis Islam, salah satu pembahasan pendidikan agama yang disampaikan guru yakni menutup aurat sesuai amanah Alquran dan Hadis. 

Sementara, dia menjelaskan, SKB Tiga Menteri mengatur jika tidak boleh ada imbauan dan kewajiban bagi setiap pelajar dalam menggunakan seragam yang berkaitan dengan atribut keagamaan tertentu. “Intinya sederhana sekali. Kalau ditanya siapa yang mewajibkan siswi berjilbab? Adalah wali murid yang menghendaki, kedua adalah kesadaran siswa itu sendiri untuk berjilbab, bukan gurunya. Guru hanya memberikan pengaruh melalui transfer knowledge agar menutup aurat. Maka tak tepat jika sanksi diberikan kepada sekolah,” kata dia.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Martha Tanjung menambahkan, terdapat kompetensi yang harus dikuasai siswa sesuai dengan syariat Islam sebagaimana yang diamanatkan dalam kurikulum. “Ada kompetensi dasar yang mengharuskan mereka berpakaian sesuai syariat Islam, itu kompetensi sikap. Maka dalam konteks ini (SKB tiga menteri), guru-guru PAI menjadi khawatir. Karena kan mengimbau (berjilbab) saja nanti tidak boleh,” kata dia.

Salah satu warga Sumatera Barat, Novi, menilai, peraturan berjilbab bagi siswa di Padang sudah lama dikenal dan cukup populer. Dia bahkan mengaku memiliki sejumlah teman non-Muslimah yang bersekolah mengenakan jilbab.

“Sewaktu saya sekolah bersama dia (siswi non-Muslimah), itu dia biasa-biasa saja berjilbab. Dia mikirnya jilbab itu hanya seragam, bukan bagian dari keyakinan,” kata dia.

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi sebelumnya mengatakan, dirilisnya SKB 3 Menteri tentang peraturan penggunaan seragam sekolah sudah sesuai dengan amanat konstitusi. Keluarnya SKB 3 Menteri, kata dia, juga mempertegas jaminan hak kebebasan beragama baik siswa, guru maupun tenaga kependidikan di sekolah.

“Dalam SKB 3 Menteri, menegaskan adanya jaminan hak untuk memilih apakah akan menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa atau dengan kekhasan agama tertentu,” ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu dalam pernyataannya yang diterima Republika, Ahad (7/2).

“Sehingga dengan ketentuan ini, siswa yang beragama lain dari agama yang dianut mayoritas siswa di sekolah tertentu dijamin hak beragamanya untuk bebas memilih pakaian seragam yang akan dikenakannya,” ujarnya menambahkan.

Jaminan itu juga sejalan dengan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UUD1945 yang menegaskan adanya hak kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut kepercayaan dan agamanya, kata Wamenag. “Untuk hal tersebut hendaknya masyarakat tidak perlu apriori terhadap penerbitan SKB 3 Menteri, karena tujuannya justru untuk melindungi hak asasi siswa, guru dan tenaga kependidikan di sekolah,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement