Kamis 04 Feb 2021 23:09 WIB

Strategi Pencegahan Ektremisme Inggris Targetkan Muslim?

Strategi pencegahan ekstremisme di Inggris rugikan umat Islam

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Strategi pencegahan ekstremisme di Inggris rugikan umat Islam . Ilustrasi Masjid Sentral London (London Central Mosque) dekat Regents Park, London utara, Inggris.
Foto:

Di Inggris, program pencegahan radikalisasi telah menjadi salah satu komponen dari ekosistem yang lebih luas yang telah menimbulkan kekhawatiran, dari akademisi dan komunitas Muslim yang lebih luas, bahwa program tersebut memicu sentimen anti-Muslim dan menciptakan komunitas yang dicurigai.  

"Ini adalah salah satu masalah tersulit yang kami hadapi dalam komunitas Muslim, menangkap dampak dari petugas rujukan atau kontraterorisme di depan pintu atau petugas kontraterorisme yang berbicara kepada seorang anak," kata Younis.

Di luar informasi anekdotal, terbukti rumit bagi para peneliti untuk melacak dampak jangka panjang dan trauma negara yang memperlakukan seorang anak atau keluarga sebagai ancaman keamanan nasional. Para ahli di bidang kontra-terorisme berbicara tentang gagasan "pengawasan afektif", kata Younis. 

"Ini merupakan kecemasan bahwa Anda terus-menerus diawasi dan terus-menerus diawasi. Bahwa Anda sebagai seorang pemuda Muslim tidak dapat berbicara tentang politik atau Palestina atau masalah lain yang penting bagi Anda seperti halnya pemuda kulit putih,” ujar menambahkan.

Meskipun kurangnya penelitian yang didanai secara resmi tentang masalah ini, satu organisasi yang berakar pada komunitas telah melacak bukti anekdot tentang bagaimana ekosistem kebijakan anti-ektremisme berdampak pada komunitas Muslim. CAGE,  didirikan pada 2003 untuk memberdayakan komunitas yang menghadapi dampak Perang Melawan Teror, dan telah melacak strategi anti-ekstremis pemerintah.

“Dari kasus kami sendiri, kami mengetahui anak-anak yang sangat trauma dengan pencegahan dan pelanggaran kontra-terorisme sehingga mereka mengompol, menyendiri di rumah dan di sekolah dan sangat khawatir tentang keterlibatan dengan badan resmi, terutama dinas sosial dan polisi, ”kata Anas Mustapha, juru bicara CAGE berbicara kepada TRT World yang dikutip Republika.co.id.

“Ada kesamaan yang jelas di sini dengan trauma antargenerasi yang ada di beberapa komunitas kulit hitam yang telah menjadi sasaran kebrutalan negara dan polisi,” kata Mustapha.

Pada 2019, pemerintah Inggris mengatakan akan meninjau program ini, meningkatkan harapan di antara para aktivis dan akademisi bahwa reformasi yang serius akan dilakukan. Namun harapan itu pupus setelah pengumuman yang menobatkan William Shawcross, mantan direktur pemikiran sayap kanan, sebagai penanggungjawab kebijakan.

Shawcross, di masa lalu sempat menegaskan kebenciannya pada Islam dengan menyebut Islam sebagai salah satu masalah terbesar dan paling menakutkan bagi masa depan Inggris. Ketika memimpin Komisi Amal Inggris pada 2012, sebuah badan yang bekerja di luar negeri dari organisasi nirlaba, dia dengan cepat memulai perang salib melawan badan amal Muslim. 

“Seluruh pengangkatan seorang Islamofobia seperti William Shawcross untuk melakukan peninjauan Prevent. Yaitu cara memberika kedok kehormatan dan akuntabilitas sementara hasilnya sudah ditentukan sebelumnya,” kata Dr Rizwaan Sabir, Asisten Profesor yang berspesialisasi dalam kontraterorisme di Liverpool John Moores University, pernah ditangkap karena dianggap melakukan taktik ektremis.

 

Sumber: https://www.trtworld.com/magazine/does-the-british-state-see-muslim-children-as-a-threat-43840 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement