“Saya memastikan APD saya aman karena ini bukan hanya tentang saya, ini tentang keluarga saya. Saya memiliki ibu berusia 81 tahun," katanya.
Selain layanan pemakaman, masjid tersebut membuka bank makanan sejak Maret lalu. Hingga kini telah berjalan 10 bulan untuk memberi makan 350 keluarga setiap minggunya, termasuk pelajar, pengungsi, orang-orang yang tidak memiliki akses ke dana publik dan mereka yang kehilangan pendapatan.
Mohammad Rahman, seorang koki berusia 42 tahun yang kehilangan pekerjaannya sekitar tiga bulan lalu, adalah salah satu dari mereka yang bergantung pada bank makanan di masjid. Ayah dua anak laki-laki itu telah berjuang membayar tagihan bulanannya.
“Anak saya berkata 'di mana pizzanya'? Tapi saya tidak punya uang. Dia bilang '[boleh saya minta] ayam dan kentang'? Tapi saya tidak punya uang. Toko-toko buka, tapi tidak ada uang,” ujarnya sambil mengeluarkan tangan dari sakunya.
Terkait masjid yang ditutup untuk sholat, Ketua Masjid Asim Uddin percaya pintu harus tetap ditutup untuk saat ini. “Beribadah, ya, itu penting. Tapi sekarang apa yang dibutuhkan? Kebutuhan komunitas adalah mereka ingin diberi makan dan mereka menginginkan tempat di mana mereka dapat menguburkan orang yang mereka cintai dengan hormat. Dan permintaannya sangat banyak. Saat ini, lebih baik mereka tinggal di rumah, dan mereka bisa berdoa di rumah sampai keadaan kembali normal," katanya.
Awal bulan ini, para pemimpin Muslim, Kristen, dan Yahudi di Inggris mendesak masyarakat berhati-hati setelah pemerintah mengumumkan tempat ibadah dapat tetap dibuka. Pada Desember, sebuah masjid di Bristol juga mengatakan mereka akan tetap ditutup untuk melindungi komunitas karena lonjakan infeksi Covid-19 baru-baru ini.
Islam telah menetapkan pedoman tertentu untuk menangani wabah penyakit menular yang mempengaruhi masyarakat, atau bahkan seluruh dunia. Covid-19 adalah salah satu contohnya.