Ahad 24 Jan 2021 05:03 WIB

Antara Kapolri dan Kitab Kuning

Menjadi orang baik dan bermanfaat, Antara Kapolri dan Kitab Kuning

Santri mengikuti kajian kitab kuning di Pondok Pesantren Nurul Ihsan di Kampung Cilewong, Lebak, Banten, Minggu (26/4/2020). Pada bulan suci Ramadhan mengaji kitab kuning merupakan tradisi pesantren tradisional (salafi) dan modern untuk memperdalam ilmu agama antara lain ilmu fikih, akidah, tasawuf, ibadah, muamalah, dan tafsir Al Quran.
Foto:

Syekh Nawawi al-Bantani

Jika kitab kuning menjadi kajian yang diwajibkan oleh Kapolri nanti, lalu apa yang seharusnya dikaji?

Kitab kuning itu banyak ragam-jenisnya. Sederhananya, disebut kitab kuning karena warna kertasnya memang kuning. Disebut juga kitab tradisional, selain karena tampilannya yang "kuno" kitab-kitab itu juga merupakan khasanah tradisi pemikiran ulama "tempo dulu" di dalam memahami dan menjabarkan nilai dan ajaran keislaman. Penulisannya juga masih sangat sederhana, demikian pula penerbitannya.

Namun demikian, sampai kini warna itu pun masih tetap terjaga dan bahkan dipertahankan. Karena warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca, apalagi dalam keadaan redup. Tahu sendiri, bagaimana terbatasnya perangkat penerangan pada masa lampau. Apalagi posisi pesantren di desa-desa, dimana para santri yang memang belajarnya pada malam hari.

Namun demikian, meskipun kini telah banyak direproduksi dengan kertas warna putih, nama kitab kuning masih tetap melekat. Ini tak lagi soal warna, tapi lebih kepada karya intelektual yang memang tak ternilai harganya. Bahkan saat ini banyak dijumpai, karya-karya tersebut telah dialih-berkaskan menjadi file "buku elektronik" dalam bentuk chm dan pdf. Apakah kemudian kita akan menamainya kitab elektonik? Bukan, itu tetap kitab kuning dalam wujudnya yang modern.

Tak sedikit para Indonesianis yang melakukan penelitian soal itu. Sebut saja Clifford Geertz (w.2006), antropolog asal AS terhitung yang cukup tua. Lewat karya masyhurnya The Religion of Java yang diterjemahkan dengan judul "Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyakarat Jawa" (Pustaka Jaya, 1983) bercerita sekelumit tentang kitab kuning.

Yang paling lengkap Martin Van Bruinessen dari Utrecht Belanda, lewat karyanya "Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia" (Mizan, 1995) menyuguhkan pembahasan lengkap tentang sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.

Yang menarik sebenarnya, banyak diantara ulama kita yang telah berkonstribusi disitu. Mereka tak sekadar menjadi "importir" pemikiran, tapi bahkan produsen yang mencipta banyak karya. Syekh Nawawi al-Bantani (1813-1897) misalnya. Ulama asal Tanara, Banten, yang dijuluki "sultannya ulama hijaz" ini telah melahirkan tak kurang dari 115 karya dari berbagai disiplin ilmu keislaman. Baik tafsir, syarah hadits, tauhid, fiqih, tasawuf, sejarah, maupun bahasa. 

Pantaslah jika kemudian orientalis Louis Ma'luf dan Bernard Tottel, keduanya pendeta Kristen, mencantumkan nama Syekh Nawawi al-Bantani --dalam karya monumentalnya "Al-Munjid"-- sebagai tokoh masyhur dan diakui dunia internasional. Kemasyhurannya bahkan disejajarkan dengan tokoh-tokoh dunia seperti Karl Marx, Lenin, Lincoln, juga sang proklamator Soekarno. 38 kitab karya Syekh Nawawi al-Bantani juga tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Book karya Yusuf Alian Sarkis, seorang yang beragama Nasrani.

Menurut saya, kitab kuning karya Syekh Nawawi al-Bantani itulah yang perlu dikaji. Selain karena merupakan karya ulama nusantara, karyanya juga cukup mudah dipahami. Kitab Qathr al-Ghaits misalnya, yang berisi tanya jawab seputar aqidah. Atau Sullam al-Munajat, syarah atau ulasan dari kitab Safinat al-Shalat, untuk fiqih.

Atau, yang lebih aplikatif tapi fundamental, yaitu kitab Qami' al-Tughyan, merupakan syarah dari kitab Syu'aib al-Iman. Kitab ini menjelaskan tentang 77 cabang iman, mulai dari yang pertama tentang iman kepada Allah sampai yang terakhir bagaimana seharusnya mencintai sesama manusia. Bukankah ini yang sangat mendasar dan harus diimplementasikan dalam laku kehidupan?

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement