REPUBLIKA.CO.ID, Sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei 1948, kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10 November 1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan: ‘’Zionisme adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.’‘
Apa yang dilakukan Zionis Yahudi saat ini di Gaza tampaknya merupakan realisasi dari politik pasca-Perang Dingin yang dirancang kelompok tertentu untuk memburu kaum militan Islam.
Samuel P Huntington, dalam bukunya Who Are We (2004) sudah menulis: "The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam."
Jadi, menurut Huntington, pasca 11 September 2001, AS telah memutuskan untuk melakukan perang budaya dan perang agama dengan Islam militan. Nah, karena Hamas dikategorikan sebagai Islam militan, maka mereka harus ditumpas.
Juga, siapa pun yang melindungi Hamas dan bersama Hamas, seperti wanita dan anak-anak Palestina, juga halal dibunuh. Inilah yang juga terjadi di Afghanistan. Taliban, dengan alasan termasuk kategori ‘militan’ maka harus dibasmi dari muka bumi.
Anehnya, masih ada saja media massa yang juga mengumbar sebutan ‘militan’ untuk Hamas dan tidak menggunakannya untuk Ehud Olmert dan George W Bush yang jelas-jelas bertanggung jawab atas pembunuhan massal warga Afghanistan dan Palestina.
Perburuan terhadap Hamas pun sudah berlangsung lama. Karena tidak berhasil melumpuhkan Hamas, maka Israel dengan dukungan Amerika Serikat makin kalap saja. Apalagi setelah Bush mendapat hadiah lemparan sepatu dari wartawan Irak, al-Zaidi.
Pada 22 Maret 2005, Syekh Ahmad Yassin, pemimpin Hamas, wafat dirudal helikopter Israel. Hanya untuk membunuh seorang kakek yang lumpuh sekujur tubuhnya, Israel harus menggunakan senjata pemusnah massal semacam itu.
Sebulan kemudian, pada Sabtu, 17 April 2005, giliran Abdul Azis Rantisi, pemimpin Hamas, juga dihabisi Israel dengan cara serupa. Pasca terbunuhnya Syekh Ahmad Yassin, Menteri Pertahanan Israel, Saul Mofaz, berkata, ‘’Akan kami bunuh semua pemimpin Hamas Palestina.’‘
Mofaz tidak menggubris seluruh protes terhadap aksi biadab Israel. Menurutnya, jika ada reaksi terhadap itu, maka itu hanya bersifat sementara dan akan segera dilupakan. Ketika itu, Gedung Putih pun hanya menyesalkan terbunuhnya Syekh Yassin.
Sikap Amerika Serikat yang terus menjadi bodyguard dan cukong Israel semacam inilah yang telah memicu kenekatan pemimpin Israel untuk terus membunuh para pemimpin Hamas dan membunuhi penduduk Israel. Pasca terbunuhnya Rantisi, Israel juga menyatakan, bahwa mereka telah membunuh seorang ‘mastermind of terrorism’, dan menyatakan akan terus membunuh pemimpin militan Palestina.
Siapa yang teroris sebenarnya? Hamas adalah pemenang sah pemilu di Gaza. Tapi, Amerika Serikat tidak mau mengakuinya. Hamas berjuang karena negaranya dijajah dan dirampas. Hanya karena meluncurkan roket-roket yang mencedarai beberapa gelintir warga Yahudi, maka Hamas dicap sebagai teroris.
Sementara itu, tentara Amerika Serikat dan Israel yang telah membantai ribuan warga sipil Afghanistan dan Palestina diberi kedudukan terhormat sebagai ‘pemberantas’ teroris. Karena mereka kuasa, dunia pun tidak berdaya.
Bahkan, negara-negara Islam yang ber gelimang kekayaan pun tak berdaya. Pemimpin-pemimpin Arab terus sibuk menggelar rapat dan merumuskan ‘Resolusi’, sementara di depan mata mereka warga Palestina dijadikan santapan peluru.
*Naskah bagian artikel Dr Adian Husaini yang tayang di Harian Republika 2009