REPUBLIKA.CO.ID, Secara historis, pemerintah Barat lebih memilih nilai dan prinsip liberal dalam hubungan luar negeri mereka hanya jika mereka menikmati keunggulan kompetitif.
Ketika pemerintah mengalami krisis dan menemukan diri mereka dalam posisi yang tidak menguntungkan, kebencian, keterasingan, dan lainnya meningkat. Ini telah menjadi kasus baru lagi bagi dunia Barat dalam krisis politik, sosial dan ekonomi.
Akibatnya, mereka menganggap orang lain bertanggung jawab atas masalah yang mereka hadapi, seperti ketika mereka menyalahkan orang Yahudi di paruh pertama abad ke-20. Jika mereka tidak menghadapi ancaman nyata, pemerintah Barat akan membangun sebuah ilusi.
Sejak runtuhnya Uni Soviet dan komunisme, pandangan Barat tentang Islam menjadi semakin negatif. Ada banyak alasan untuk memfitnah Islam dan Muslim selama beberapa dekade terakhir.
Dalam tulisan yang dipublis Daily Sabah pada 4 November 2020 ini, Muhittin Ataman akan menyebutkan beberapa faktor mengapa Barat melawan Islam.
Pertama, Barat membutuhkan musuh politik untuk bertahan hidup. Selama beberapa dekade, negara-negara Barat yang dominan melawan fasisme dengan perwakilan utama adalah Adolf Hitler dari Jerman selama paruh pertama abad ke-20.
Kemudian komunisme yang sebagian besar diwakili Uni Soviet selama paruh kedua abad ke-20. Setelah runtuhnya Uni Soviet, Barat menggantikan komunisme sebagai ancaman merah dengan ancaman hijau yakni Islam.
Meskipun Muslim bukan merupakan ancaman politik atau militer yang nyata bagi dunia yaitu Barat, negara-negara Barat terus mempolitisasi Islam dan Muslim sebagai lawan utama mereka. Di masa lalu, mereka menganggap fasisme atau komunisme sebagai ancaman bagi cara hidup mereka, saat ini mereka mengklaim hal yang sama untuk Islam.
Kedua, menggunakan jargon anti-Islam dan terorisme Islam adalah salah satu cara termudah untuk menegaskan dominasi atas pemerintah di dunia Muslim. Barat tidak suka pemerintah independen mengelola dunia Muslim. Kekuatan kolonial ingin mempertahankan kendali langsung dan tidak langsung mereka atas negara-negara Muslim ini.
Prancis khususnya telah mengeksploitasi sumber daya negara Muslim Afrika seperti Mali, Niger, Senegal, Chad, Gambia dan Mauritania. Misalnya saat ini Prancis dan beberapa negara Barat lainnya lebih memilih kekacauan Jenderal Khalifa Haftar yang bertekad untuk melindungi kepentingan Prancis untuk memerintah Libya.