Rabu 04 Nov 2020 15:44 WIB

Presiden Macron, Penistaan Nabi, dan Islamofobia Negara

Kebijakan-kebijakan populis diambil Macron demi tujuan Politik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Massa melakukan aksi bela Rasulullah di depan Masjid Agung Tasikmalaya, Rabu (4/11). Aksi itu merupakan respon atas penyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron terhadap yang dianggap menghina umat Islam dan Nabi Muhammad SAW.
Foto:

Kebebasan berekspresi yang merupakan hak asasi manusia menjadi tidak etis ketika ketelitian intelektual dan tanggung jawab sosial minim. Charlie Hebdo melalui kartunnya menghasut Eropa melawan migran Suriah, bahkan mengejek bocah Suriah berusia tiga tahun, Aylan Kurdi yang tubuhnya terdampar di pantai Turki.

Menampilkan Nabi Muhammad SAW sebagai simbol terorisme atau penyimpangan seksual, seperti yang dilakukan di banyak kartun yang diterbitkan, tidak berbeda dengan menampilkan Nabi Musa sebagai simbol tindakan sayap kanan Israel terhadap Palestina, sebuah asosiasi yang akan dikutuk dengan benar sebagai antisemit yang dilarang hukum di banyak negara Eropa.

Tidak ada pemimpin Muslim yang pernah menyalahkan Yesus Kristus atas banyak kekejaman yang telah dilakukan di seluruh dunia atas nama Kristen, maupun Buddha atas genosida orang Rohingya. Reduksionisme populis yang ada di balik kartun-kartun ini tertanam dalam tradisi antisemitisme Eropa yang dimulai dengan demonisasi orang-orang Yahudi, keyakinan mereka, dan budaya mereka dan berakhir dengan upaya pemusnahan mereka. 

photo
Penampakan majalah satir, Chalie Hebdo ( EPA/Ian Langsdon)

Beberapa orang berpendapat, Charlie Hebdo secara statistik tidak hanya menargetkan Islam sebagai agama. Ini benar, tetapi penyimpangan dan analisis simplistik sistematis yang menggambarkan Muslim sebagai teroris tidak lain adalah populis. Apakah penistaan, yang diperkenalkan Revolusi Prancis 1789, merupakan hak di Prancis? Sebuah pengadilan nilai universal?  

Bukankah pertama-tama kita harus melihat apakah hal itu memerlukan penghasutan terhadap minoritas yang memiliki status lemah sebagai warga negara/pendatang?

Penodaan agama sekarang dipuji bukan hanya sebagai hak, melainkan semacam tugas, seperti yang terlihat jelas dari wawancara TV pada 2015 dengan Jamel Debbouze, seorang komedian Maroko-Prancis, yang didorong untuk menghujat untuk menunjukkan asimilasinya dengan mayoritas budaya Prancis.

 

Dalam kata-kata Emmanuel Todd, "Ya, tentu saja, ada hak untuk menghujat, tetapi seseorang juga harus memiliki hak untuk mengatakan bahwa penistaan bukanlah prioritas dan itu konyol. Saya menuntut hak untuk melawan penistaan misalnya dengan mengatakan bahwa karikatur Muhammad adalah cabul, sampah. Tentu ini tidak sinkron secara historis dan ekspresi Islamofobia yang merajalela. Dan, karena mengatakan itu, saya dituduh terlibat dengan teroris."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement