REPUBLIKA.CO.ID, Meski peristiwa 11 September 2001 sudah terjadi 19 tahun lalu, tetapi hingga saat ini tak bisa dipastikan secara jelas siapa dalang di balik peristiwa yang membuka perang Amerika Serikat di negara-negara Timur Tengah.
Namun, mantan pejabat tinggi Central Intelligence Agency, Philip Giraldi, dalam the Unz Review, pada 2015 lalu menjelaskan fakta-takfa mengejutkan terkait dengan peristiwa tersebut. Pernyataan ini menanggapai kampanye Donald Trump saat itu.
"Memang benar ada orang yang merayakan ketika Menara Kembar (WTC di New York—Red) terbakar dan runtuh. Namun, mereka bukan Muslim. Mereka warga Israel," tulis Giraldi.
Data mengenai kaitan Arab Saudi dalam serangan 11 September atau Alqaidah memang masih menjadi rahasia. Namun, kata Giraldi, peran Israel tidak pernah dipertimbangkan untuk diselidiki.
"Namun, tentu saja tidak ada media-media besar yang mengangkat kaitannya," tulis Gilardi mengacu pada Israel.
Akibatnya, kisah itu hanya mampir di media-media alternatif yang bisa dengan mudah disudutkan sebagai berita-berita konspirasi atau sikap anti-Semit. "Demi Mr Trump atau siapa pun yang mungkin tertarik, saya akan menghubungkan apa yang terjadi saat itu," tulis Giraldi.
Menurut Giraldi, pada 2001 Israel melakukan operasi mata-mata besar-besaran terhadap Muslim yang tinggal atau mengunjungi Amerika Serikat. Operasi itu melibatkan sejumlah perusahaan yang mejadi tameng di New Jersey, Florida, dan juga di wilayah pantai barat.
"Upaya itu didukung Mossad Station di Washington DC dan melibatkan sejumlah besar sukarelawan yang disebut mahasiswa seni yang bepergian di seantero Amerika Serikat, menjual berbagai produk di mal atau pasar kaget," tulis Giraldi, mengacu pada badan intelijen Israel, Mossad.
Operasi intelijen itu bukannya tidak disadari Pemerintah AS. Padahal, banyak operasi itu difokuskan pada kemampuan dan rencana militer AS. Sejumlah unit intelijen khusus bahkan berkonsentrasi pada manfaat ganda teknologi dan milliter.
"Sudah diketahui bahwa mata-mata Israel telah menerobos sistem telepon Pemerintah AS, termasuk Gedung Putih," kata Giraldi.
Giraldi menuturkan, seorang ibu rumah tangga di New Jersey yang melihat sesuatu yang mencurigakan dari jendela di apartemennya yang mengarah ke gedung World Trade Center pada 11 September. Ia menyaksikan gedung terbakar dan luluh lantak dan kejadian aneh.
"Tiga pria muda berlutut di atas van putih yang diparkir di dekat laut, merekam sambil high five dan tertawa di depan insiden bencana yang terjadi," tulis Giraldi.
Wanita tersebut mencatat pelat nomor mobil van lalu menghubungi polisi. Polisi bertindak cepat, polisi dan FBI langsung melacak van tersebut yang juga dilihat keberadaannya oleh sejumlah saksi lain di berbagai lokasi sepanjang tepi laut New Jersey. Penumpang van tersebut, "melakukan selebrasi dan memfilmkan".
Pelat mobil itu mengungkapkan fakta bahwa van itu miliki sebuah perusahaan yang terdaftar sebagai Urban Moving Systems. Pukul 16.00, kendaraan itu terdeteksi dan diminta menepi.
Lima orang pria berusia antara 22 dan 27 tahun keluar dari van. Mereka ditahan di bawah todongan senjata lalu diborgol. Semua orang itu adalah warga Israel. Salah satunya memiliki uang tunai 4.700 dolar AS yang disembunyikan dalam kaus kaki. Seorang lainnya memiliki dua paspor asing. Anjing pelacak bom bereaksi ketika mencium bau peledak dalam van.
Berdasarkan laporan awal polisi, pengemudi diidentifikasi bernama Sivan Kurzberg. Empat orang lainnya adalah saudara Sivan, Paul, lalu Yaron Shmuel, Oded Ellner, dan Omer Marmari.
Sivan mengatakan, "Kami warga Israel. Bukan kami yang jadi masalah kalian. Masalah kalian menjadi masalah kami juga. Orang Palestinalah yang menjadi masalah."