4. Wahid Hasyim
Putra dari pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari ini lahir pada 1914. Selama masa kemerdekaan, dirinya menjadi salah satu ulama yang aktif di politik.
Perjuangannya tak hanya sampai gerbang kemerdekaan. Pada masa pemerintahan awal, dirinya juga menjabat posisi penting.
Pada 1945 awal misalnya, Ketua Masyumi sejak Oktober 1943 ini, juga menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Bahkan, karena keahliannya dalam berorganisasi dan kemampuan intelektualnya, Wahid Hasyim didaulat menjadi menteri agama hingga tiga kabinet berlalu, utamanya sejak masa Kabinet M Hatta, M Natsir dan Sukiman.
Selama masa perjuangannya, KH Abdul Wahid Hasyim berfokus pada upayanya dalam mengonsolidasikan potensi kekuatan rakyat. Khususnya, dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan.
Menilik ke belakang, semasa tumbuh, ia memulai pendidikan agama dan pemahaman lainnya dari pesantren ke pesantren. Perjuangannya itu, juga memancing tokoh lainnya untuk ikut bergerilya melawan penjajah, salah satunya Tan Malaka.
Dalam sebuah cerita, bahkan, disebutkan Tan Malaka menyamar menjadi seorang petani ketika hendak menemui KH Wahid Hasyim untuk memperkuat konsolidasi rakyatnya itu. Kisah itu dituliskan dalam Guruku Orang Pesantren oleh KH Saifuddin Zuhri. Tan Malaka yang menyamar menjadi petani bernama Husin ini, akhirnya bertemu dengan KH Wahid Hasyim.
Namun demikian, keduanya memilih perjuangan terbuka. Di satu satu sisi, anak dari KH Hasyim Asy’ari itu memilih berjuang melalui diplomasi, alih-alih dari perlawanan fisik.