REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan ada tiga ciri santri, yaitu: moderat, menghargai keragaman, dan cinta Tanah Air. Bahkan, kebangkitan pergerakan perjuangan Indonesia sampai dengan mencapai kemerdekaannya, tak lepas dari peran ulama dan santri serta umat Islam Indonesia
Hal ini disampaikan Menag saat menjadi pemateri pada Silaturahmi Kebangsaan dan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Santri Tahun 2017 dengan tema ‘Peran Strategis Santri Dalam Membangun Rumah Kebangsaan’. Acara yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Senin (23/10), ini dihadiri Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Forum Ulama dan Habaib (FUHAB) DKI Jakarta KH. Syukron Makmun, Kaprodi Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia Yon Mahmudi serta ratusan santri dan santriwati berbagai pondok pesantren.
Menurut Lukman, santri itu memiliki pemahaman dan pengamalan islam yang wasathiyah atau moderat, tidak ekstrim. Hal itu karena ilmu kalam (teologi), fikih, dan tasawuf yang mereka pelajari bukanlah yang ekstrem. “Itulah yang diwariskan ulama-ulama kita, guru-guru kita. Jadi Islam yang wasathiyah itu sangat kental pada diri para santri itu,” ujarnya.
Ciri kedua, santri adalah orang-orang yang mampu menghargai keragaman. Menurut dia, menghargai keberagaman bukan berarti mengabaikan keyakinan dan keimanan. Bentuk penghargaan kepada orang lain sama sekali tidak mengkikis keimanan seseorang. “Ajaran agamalah yang mengajarkan untuk menghargai perbedaaan yang berada pada pihak lain,” kata Lukman.
“Menghargai itu sama sekali tidak mengusik. Karena menghargai itu bukan bermakna membenarkan. Hal ini yang seringkali orang lupa. Kalau saya menghormati yang berbeda itu sebenarnya kita membenarkan, jelas itu tidak. Jadi hal ini yang perlu dicermati betul,” tambahnya.
Ciri ketiga adalah santri, dimana pun, cintanya kepada Tanah Air itu luar biasa. Tanah Air itu bagian yang tidak terpisahkan dari seorang santri. Ungkapan hubbul wathan minal iman adalah khas Indonesia. “Itulah kekhasan para ulama kita dalam memahami bagaimana Tanah Air ini menjadi bagian yang harus kita jaga dan pelihara,” ujar Menag.
Sementara Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid pada saat menjadi keynote speech menjelaskan bahwa peran santri untuk Indonesia luar biasa. Kebangkitan pergerakan perjuangan Indonesia sampai dengan mencapai kemerdekaannya, tak lepas dari peran ulama dan santri serta umat Islam Indonesia.
Beberapa tokoh pejuang Indonesia yang juga ulama, antara lain: Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol adalah sosok pejuang Islam dengan ciri ke Islamannya yang sangat khas, diakui oleh sejarah Indonesia sebagai pahlawan nasional.
“Intinya, jika kita bicara tentang bangsa dan negara dan dunia santri saya rasa sangat nyambung. Sebab yang ada dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia itu sangat kompatibel dengan dunia pesantren. Sehingga tidak benar atau ngawur melabeli Islam dengan berbagai macam label negatif seperti radikal, teroris atau tidak Pancasilais,” tuturnya.
“Dunia santri dan rakyat Indonesia mesti waspada jangan sampai diadu domba antara ulama dan santri kita dengan pemerintah, TNI dan Polri. Jika ada, itu dapat dipastikan kerjaan pihak-pihak yang tidak suka kepada Islam dan negara,” tandasnya.