REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Muhammadiyah sudah 10 tahun menerapkan fatwa haram rokok, termasuk rokok elektronik atau vape. Namun, jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, hingga kini rokok masih jadi salah satu penyumbang besar cukai di Indonesia.
Jumlah sumbangannya bisa mencapai sembilan-11 persen dari seluruh cukai. Menanggapi fenomena ini, Muhammadiyah Tobaco Care Center (MTCC) yang kini berganti nama menjadi Muhammadiyah Steps terus melakukan usaha perluasan penerapan fatwa.
Mukhaer Pakkana dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah mengatakan, berdasarkan riset kebutuhan rokok masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Ironisnya, mereka termasuk masyarakat kalangan kelas bawah.
Ia menilai, kenaikan cukai rokok yang berpengaruh kepada naiknya harga rokok di pasaran bisa jadi langkah mengendalikan jumlah konsumsi rokok Indonesia. Selain mengurangi jumlah perokok, menaikkan cukai rokok juga dapat berpengaruh.
"Termasuk, atas kesenjangan antara pemilik pabrik rokok dengan buruh," kata Mukhaer dalam diskusi daring Strategi Ekonomi untuk Implementasi Hasil Halaqah Fatwa Haram Rokok yang digelar Muhammadiyah Steps, Jumat (2/9) lalu.
Sebagai komitmen penerapan fatwa haram rokok, institusi pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah lakukan penerapan fatwa secara ketat. Selain dirasa bertentangan ajaran islam, fatwa ini jadi usaha untuk menjaga ummat.
"Jika dianalogikan, industri rokok sebenarnya seperti vampir yang sedang menghisap darah," ujar Mukhaer.