Senin 21 Sep 2020 06:16 WIB

Sertifikasi Dai: Warisan Kolonial dan Snouck Hurgronje?

Pada tahun 1904 Snuck Hurgronye menyarankan agar mengawai guru agama

Santri Jawa mengaji
Foto:

Chris Allen dalam bukunya, Islamophobia (2010) menyebutkan bahwa peran sejarah dan peristiwa kunci tertentu membantu kita memahami hubungan antara sejarah dan islamophobia kontemporer. Seiring bertumbuhnya penaklukan bangsa barat yang ditopang kolaborasi dengan dunia akademik, pemahaman baru tentang Islam dan dunia Muslim muncul, bukan sekedar dilihat sebagai sesuatu yang ilmiah tetapi juga sebagai penyokong kekuasaan imperial.

Islam dilihat bukan sebagai sesuatu yang harus dihapuskan, tetapi kekuatan relijius yang harus digantikan dengan model eropa dari nasionalisme sekular. Tujuan dari kolonialis adalah ‘mereformasi Islam’, yang berarti membuatnya menjadi sekular. Ini pula yang menjadi tujuan dari orientalis semacam Snouck Hurgronje yang menganggap aspirasi politik Islam sebagai sesuatu yang berbahaya seraya menganggap hukum-hukum Islam sebagai peninggalan abad pertengahan yang ketinggalan jaman.

Pertanyaannya adalah apakah penentangan akan dimensi politik Islam dapat dikategorikan sebagai islamophobia? Apalagi jika hal ini terjadi di negeri yang mayoritas muslim seperti Indonesia? Mungkinkah islamophobia terjadi di negeri mayoritas muslim?

Disinilah kita bisa melihat bagaimana paradigma barat yang sekular menjangkiti negeri mayoritas muslim dan melihat identitas politik muslim sebagai ancaman bagi negara bangsa-sekular ala barat. Atau mengutip Salman Sayyid, islamophobia adalah mengenai membuat identitas politik Muslim mustahil untuk hadir.

Tetapi bagaimana mungkin seorang Muslim dalam negeri mayoritas muslim dapat mengamini Islamophobia seperti ini? Hal ini tentu saja tak dapat dilepaskan dari akar kolonialisme yang menghampiri negeri-negeri mayoritas muslim di berbagai belahan dunia.

Paradigma sekular barat menurut Bayrakli, Hafez & Paytre dalam Making Sense of Islamophobia in Muslim  Society telah menghegemoni produksi pengetahuan sehingga perspektif non-muslim dalam melihat Islam telah menjadi titik awal bagi banyak pemikir muslim dan pembuat kebijakan. Hal ini berakar dari peran kolonisasi yang menghancurkan struktur normatif Islam dan beralih kepada model negara-bangsa ala Eropa melalui  penerapan administrasi modern, militer dan pendidikan lewat pemaksaan. 

Tentu saja tidak semua negeri mayoritas muslim mengalami hal ini. Ada pula negeri seperti Turki, dan Iran yang mengalami westernisasi yang dijembatani oleh elit muslim yang tersekularkan seiring bangkitnya negara bangsa model Eropa. Model negara-bangsa ala Eropa ini ditiru baik secara praktis (misalnya penerapan  institusi modern, birokrasi atau sekolah) dan juga sebagai ideologi (modernisasi sebagai jalur peradaban dan pandangan hidup). 

Elit Muslim yang tersekularkan inilah yang kemudian menjadi elit penguasa yang menentukan haluan negeri mereka. Meskipun proses westernisasi ini berbeda-beda di tiap negeri sejak akhir abad ke-18 hingga saat ini, namun hampir semua elit sekular ini terikat dengan penimbangan ulang yang radikal mengenai tradisi/pandangan hidup/cara hidup Islam dan konsekuensinya mereka menganggap hal ini sebagai rintangan untuk penerapan negara modern. 

Perjalanan panjang paradigma ala barat yang terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ini terus hidup hingga kini. Maka bukan hal mengherankan jika, seorang muslim di negeri mayoritas Muslim mengidap islamophobia yang mewarisi paradigma ala kolonialis. Di Indonesia, cara pandang sekularistik yang melihat Islam hanya sebagai aspek ritual dan menolak (atau lebih tepatnya menyerang) aspirasi politik Islam adalah warisan penting dari Snouck Hurgronje.

Maka narasi seputar 200 ulama rekomendasi, monsterisasi cadar, celana cingkrang hingga wacana standarisasi dai adalah narasi yang harus dilihat secara berkesinambungan, dan berujung pada persoalan paradigma ini. Islamophobia yang mungkin tanpa disadari menjangkiti sebagian anak bangsa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement