REPUBLIKA.CO.ID, AYODHYA -- Dewan Hukum Pribadi Muslim Seluruh India (AIMPLB) menyatakan, Masjid Babri akan tetap sebagai masjid. Kendati tak bisa berbuat banyak atas pembangunan pura hindu di atas lahan masjid tersebut, organisasi ini yakin suatu saat kondisi akan berbalik.
“Masjid Babri sejak dulu dan akan selalu menjadi masjid. Hagia Sophia adalah contoh yang bagus bagi kami. Perampasan tanah oleh keputusan yang tidak adil, menindas, memalukan dan menenangkan mayoritas tidak dapat mengubah statusnya. Tidak perlu patah hati. Situasi tidak bertahan selamanya," demikian bunyi pernyataan AIMPLB di akun Twitter resminya, Selasa (4/8).
Sebagaimana dilaporkan Indian Express, Kamis (6/8), AIMPLB juga mengeluarkan pernyataan resminya. Mereka menyebut penempatan berhala di masjid tidak akan mengubah statusnya.
“Saat ini, karena fondasi mandir (pura hindu) diletakkan di situs Masjid Babri di Ayodhya, AIMPLB merasa penting menegaskan kembali posisi historisnya tentang masalah ini. Di mata syariah Islam, dimanapun masjid pernah didirikan, tempat itu akan selalu jadi masjid selamanya," demikian bunyi pernyataan tersebut.
Sekretaris Jenderal AIMPLB Maulana Mohammad Wali Rahmani, dalam pernyataan sikap itu, menulis, “Kami selalu berpendapat Masjid Babri tidak pernah dibangun dengan menghancurkan mandir atau tempat ibadah Hindu mana pun. Mahkamah Agung juga telah menegaskan posisi kami dalam keputusannya.
“Mahkamah Agung dengan jelas menyatakan sholat dilakukan di masjid sampai malam tanggal 22 Desember 1949 (saat berhala ditempatkan di dalam kubah tengah). Mahkamah Agung juga menerima menempatkan berhala di masjid adalah tindakan ilegal.
"Ia menerima dalam putusannya pembongkaran Masjid Babri pada 6 Desember 1992 adalah tindakan ilegal, inkonstitusional dan kriminal. Sungguh disesalkan setelah menerima semua fakta ini, pengadilan tertinggi dalam putusan yang sangat tidak adil menyerahkan tanah masjid kepada orang-orang yang telah menempatkan berhala di masjid secara kriminal dan terlibat dalam pembongkaran kriminal."
Rahmani mengaku terpaksa menerima putusan itu karena berasal dari pengadilan tertinggi. Namun, ia secara tegas menyatakan putusan itu tidak adil.
Anggota AIMPLB, Mufti Ejaz Arshad, juga menyampaikan kegeramannya atas putusan itu. Baginya, Masjid Babri akan tetap sebagai masjid.
"Kami telah sholat di sana selama 500 tahun, jadi masjid itu tidak akan berhenti secara tiba-tiba sebagai masjid. Seperti sekretaris jenderal kami telah menggunakan contoh yang sangat tepat dari Hagia Sophia di Istanbul, di mana sholat biasa dilaksanakan di sana. Kami berharap pada harapan serupa," ucapnya.
Perdana Menteri India Narendra Modi meletakkan batu pertama pembangunan Pura Hindu Ram di atas lahan Majid Babri di Ayodhya, Negara Bagian Uttar Paradesh, pada Rabu (5/8). Izin pembangunan pura di sana mengacu pada putusan Mahkamah Agung pada November 2019.
Tindakan itu semakin memperpanjang sejarah pertikain di atas lahan itu. Masjid Babari didirikan di sana pada 1527 oleh Mir Bagi, panglima Kesultanan Mughal. Pada 1778, kelompok Hindu menuding bahwa masjid itu didirikan di atas lahan kuil suci Sri Rama yang dihancurkan Mir Baqi.
Tudingan itu akhirnya berujung pada konflik agama selama ratusan tahun. Puncaknya pada 1992 ketika kelompok Hindu garis keras merobohkan masjid itu. Saat peristiwa itu, terdapat pula sekitar 2.000 korban jiwa yang mayoritas dari kelompok Islam.
Hingga kini, tindakan penghancuran dan kekerasan itu belum menemukan titik terang. Sejumlah politikus dari partai Narendra Modi bahkan ikut terseret sebagai terduga dalang kerusuhan itu. Namun hampir dua dekade berlalu, belum ada vonis dari pengadilan.