REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni menuturkan, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang pelaksanaan sholat Jumat secara bergilir atau bergelombang ditujukan untuk dunia industri. Fatwa tersebut menurutnya agar industri tidak menggampangkan pelaksanaan sholat.
"Di fatwa MUI dulu itu suasananya kan lain, yaitu dimaksudkan supaya dunia industri tidak menggampangkan bagaimana kalau supaya produksinya terus berjalan, lalu sholat Jumatnya dibikin dua gelombang," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (3/6).
Namun, Imam menerangkan, MUI DKI Jakarta saat ini juga telah menerbitkan fatwa membolehkan pelaksanaan sholat Jumat secara bergiliran di tengah pandemi wabah corona. Dia pun menyadari, ada persoalan pemahaman yang belum merata di kalangan umat Islam.
Hingga kini, Imam mengatakan, belum ada penolakan dari pengurus masjid untuk melaksanakan sholat Jumat secara bergiliran. Apalagi DMI pun tetap menyerahkan keputusan pelaksanaan sholat Jumat kepada pengurus masing-masing masjid.
"Iya, takmir masjid itu sudah pasti tahu tentang dua gelombang itu. Ini persoalan biasa, jadi kayak sholat seperti biasa. Orang yang enggak tertampung di gelombang pertama maka masuk di gelombang kedua," kata dia.
Pelaksanaan sholat Jumat itu tetap harus mematuhi protokol kesehatan seperti jaga jarak 1 meter dan langkah pencegahan penularan virus corona lainnya. Langkah jaga jarak ini tentu membuat kapasitas daya tampung masjid berkurang, misalnya dari awalnya 400 orang menjadi 100.
"Sementara ada masyarakat yang ingin Jumatan, ini kan karena ada desakan masyarakat untuk bisa melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Nah makanya masjid tetap melayani, iya bisa. Tetapi kalau Jumatan itu harus dua gelombang. Ini boleh dalam Islam karena tidak ada larangan, yang penting adalah pelaksanaan Jumat itu dilakukan selama dalam waktu Zuhur, belum Ashar," kata dia.