REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kebenaran besar tentang sejarah masa lalu dapat memudar dengan seiring waktu. Namun, sejarah juga dapat disimpan dan dilestarikan untuk anak cucu generasi selanjutnya.
Sejarah, bahkan dapat ditampung dan dipupuk dengan penuh kasih sayang hingga cenderung tahan terhadap gempuran waktu.
Perpustakaan Nasional Raja Fahd Arab Saudi telah melakukan upaya ini selama tiga dekade terakhir. Memainkan peran penting dalam pelestarian warisan Islam, serta memastikan bahwa generasi saat ini dan mendatang terus mendapat manfaat dari kontribusi Islam terhadap peradaban.
Didirikan tahun 1990 di Riyadh, perpustakaan ini menampung lebih dari 6.000 manuskrip asli. Banyak di antara koleksinya langka dan kuno, termasuk Kufic Quran yang indah yang berasal dari abad ke-9 M. Total terdapat 73.000 kertas dan transkrip elektronik.
"Perpustakaan Nasional Raja Fahd tertarik untuk melestarikan manuskrip dan warisan sejak didirikan pada tahun 1989. Titik di mana sebuah dekrit kerajaan dikeluarkan kepada perpustakaan untuk pelestarian manuskrip," ujar Kepala Departemen Naskah, Abdulaziz Nasif dikutip di Arab News, Jumat (15/5).
Perpustakaan disebut memperkirakan nilai manuskrip dan menetapkan harganya ketika Departemen Naskah menerimanya. Mengenai kepemilikan naskah, pihaknya menyambut semua yang diberikan dan yang berharga untuk dimiliki.
Alquran Kufi yang ada di perpustakaan, dibedakan karena bentuk kaligrafinya, menjadi salah satu skrip tertua dalam bahasa Arab. Bentuk alfabet Arab yang ada sangat bersudut dan digunakan dalam salinan paling awal Alquran.
Alquran itu berasal dari Kufah, sebuah kota di Irak selatan. Kota ini menjadi pusat intelektual selama periode awal Islam, dan sekarang dikenal sebagai Baghdad, ibukota Irak.
"Transkrip itu tidak ditulis di atas kertas tetapi di kulit rusa. Ayat-ayat suci yang ditulis di atas kulit adalah bentuk menghormati teks. Tapi sampulnya baru," ujar Nasif.
Alquran Kufi dibeli dari bagian selatan Semenanjung Arab hampir 20 tahun yang lalu. Baru-baru ini dilakukan pemulihan untuk memperpanjang umurnya.
Perpustakaan juga memiliki naskah Alquran lainnya yang ditulis dalam aksara kuno. Buku-buku khusus seperti karya puitis Al-Ahnaf Al-Akbari, seorang penyair terkenal di Baghdad yang meninggal pada tahun 995 Masehi, juga disimpan di tempat ini.
Salinan buku Ibn Daqiq Al-Eid "Ahkam Al-Ahkam," yang ditulis pada akhir abad ke-14, tersimpan dengan baik di tempat ini. El-Eid termasuk di antara para ulama besar Islam dalam dasar-dasar hukum dan kepercayaan Islam.
Selain itu, perpustakaan juga menyimpan "Yatimat Al-Dahr," sebuah buku karya Abu Mansur Al-Thaalibi. Ia merupakan seorang penulis asal Persia atau Arab yang terkenal dengan antologi dan koleksi epigramnya.
Setelah perpustakaan memperoleh naskah, pendekatan yang ketat dan tepat untuk konservasi dan pemeliharaannya diadopsi. "Setiap naskah yang datang, pertama dikirim ke departemen pemulihan dan sanitasi, kemudian dikembalikan ke departemen kami untuk diindeks," kata Nasif.
Meski demikian, tidak setiap naskah dikirim untuk restorasi. Ia menyebut proses restorasi terkadang bisa berujung merusak manuskrip tersebut. Usai dilakukan pemulihan, proses berikutnya adalah pengindeksan, yang merupakan pelaksanaan menyeluruh.
Untuk mengisi kartu indeks, pihaknya menggunakan informasi yang tercantum pada halaman pertama. Mulai dengan judul, nama penulis, ukuran naskah (tinggi dan panjang), nama transcriber (orang yang menulisnya), dan apa yang tertulis di akhir naskah. Dengan langkah ini, perpustakaan dapat mengenali satu naskah dan yang lain memiliki spesifikasi yang sama.
Mengingat usia dan harga yang tak ternilai dari sebuah manuskrip, metodologi pelestariannya yang menjadi inti dari misi perpustakaan, sama-sama krusial. Setiap tahun atau enam bulan sekali, naskah-naskah itu disterilkan untuk mencegah kehilangan nilai.
"Naskah harus disimpan dalam suhu dingin, untuk mencegah serangga dan bakteri bertahan hidup. Dua hal ini dapat merusak kertas bahkan kulit binatang yang digunakan dalam beberapa naskah," ujarnya.
Di era digitalisasi, muncul tuntutan tempat penyimpanan pengetahuan seperti perpustakaan memiliki kekayaan fisik sejarahnyam Perpustakaan Nasional Raja Fahad berusaha mengimbangi tuntutan ini.
Perpustakaan sedang bekerja untuk melengkapi data digitalisasi semua manuskripnya. "Sebagian besar transkripsi masih menggunakan mikrofilm tetapi kami sedang berupaya mendigitalkannya dalam CD dan hard disk," kata Nasif.
Perpustakaan ini memungkinkan para peneliti, pecinta sejarah, serta pembaca umum mengakses koleksi berharga melalui berbagai layanan elektronik. Pengguna dapat login ke situs yang disediakan dan menelusuri koleksi yang luas dengan menempatkan kebutuhan mereka.
Para peneliti juga dapat meminta naskah tertentu, buku langka maupun foto untuk membantu pekerjaan mereka. Layanan ini tersedia untuk semua anggota komunitas dari dalam dan luar Kerajaan.
Perpustakaan Nasional Raja Fahad disebut telah memperoleh foto-foto mikrofilm dari salah satu koleksi naskah Arab paling penting di perpustakaan AS, Perpustakaan Universitas Princeton.
1.140 manuskrip yang difotokopi pada slide film dari Perpustakaan Universitas Yahudi tersimpan rapi dalam data Perpustakaan Nasional Raja Fahad.
Terakhir namun tidak kalah penting, manuskrip Perpustakaan Riyadh “Dar Al-Iftaa” dengan total 792 dokumen, dipindahkan ke Perpustakaan Nasional Raja Fahad. Pemindahan ini dilakukan atas perintah Raja Salman ketika ia menjadi gubernur Riyadh dan pengawas umum Perpustakaan.