REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Di era banyaknya media sosial seeprti Snapchat, Instagram, dan situs pernikahan Muslim, umat Muslim semakin lebih bersedia melangkah keluar dari lingkungan masjid dan komunitas mereka yang rata-rata terbagi secara ras untuk menemukan cinta dan pernikahan.
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh American Muslim Poll, pernikahan antar-ras di komunitas Muslim terus meningkat selama 10 tahun terakhir. Muslim di Amerika mulai bergerak melampaui harapan keluarga dan budaya untuk mencari pasangan dengan pengalaman dan nilai-nilai yang sebanding atau sama.
Berdasarkan data dari Jajak Pendapat Muslim Amerika 2019 tentang perkawinan antar-ras dan kelompok agama dalam komunitas Muslim, hampir satu dari lima Muslim melaporkan menikah dengan seseorang dengan latar belakang ras yang berbeda.
Seorang wanita Amerika Kaukasia yang tinggal di Atlanta, Georgia, Shannon Landry menikah dengan suaminya, Sarfraz Sattar, seorang warga Amerika keturunan Pakistan.
"Suami saya dan saya tidak secara sengaja memilih pernikahan antar-ras. Namun, kami berdua mencari pasangan yang memiliki integritas dan kami menemukan hal tersebut satu sama lain," kata Shannon Landry dikutip di About Islam, Kamis (20/2).
Menurut Jajak Pendapat Muslim Amerika, Muslim dengan ras kulit hitam mematahkan tren masyarakat dengan persentase 16 persen lebih kecil kemungkinannya menikah di luar ras mereka, daripada rekan non-kulit hitam di publik.
Asisten Profesor ilmu politik di Universitas Christopher Newport, Youssef Chouhoud percaya, sekitar sepertiga dari Muslim ras Afrika memiliki kemungkinan seperti Muslim non-kulit hitam untuk menikahi seseorang dari ras yang berbeda. Mereka bahkan dua kali lebih mungkin dibanding Muslim non-kulit hitam untuk menikahi seseorang yang berbeda agama.
“Saya ragu-ragu untuk menikahi pria yang bukan kulit hitam, karena saya tidak yakin apakah suami saya akan benar-benar memahami saya sebagai wanita kulit hitam. Selain itu, saya sangat prihatin tentang bagaimana suami saya dan saya akan diterima. Pernikahan dengan percampuran budaya jarang terjadi dan saya tidak yakin bagaimana saya akan diterima, tetapi kini saya yakin dan siap untuk membela diri," ujar salah satu koresponden Kendra Jeelani dari Chicago.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada 2019 oleh ISPU, Muslim di kisaran usia 30-49 sedikit lebih mungkin berpartisipasi dalam pernikahan antar-ras, dibandingkan dengan mereka yang berada di kisaran usia 18-29 tahun. Namun, penurunan yang signifikan dalam pernikahan antar-ras masih berada di kalangan Muslim usia 50 ke atas. Berdasarkan penelitian ini, tidak ada perbedaan statistik yang berkaitan dengan usia antara Muslim dan non-Muslim.
Meski demikian, ada perbedaan statistik antara pria dan wanita Muslim dalam pernikahan antar-ras dibandingkan dengan orang-orang dari agama lain. Wanita Muslim disebut lebih mungkin menikah di luar ras mereka daripada pria Muslim. Hal ini menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh jajak pendapat Muslim Amerika.
Masih ada perbedaan dalam data, karena berdasarkan studi analisis yang dilakukan tahun lalu, mengindikasikan pria Muslim dua kali lebih mungkin menikah di luar ras mereka. “Saya tidak ragu-ragu sebagai wanita 35 tahun yang menikah dengan pria Turki sebagai wanita Afrika-Amerika. Rasnya bukan masalah bagi keluarga saya dan keluarganya. Kami juga tidak peduli dengan warna kulit saya," ujar salah satu koresponden, Linda Franklin Yildirim di Atlanta.
Perbedaan data dari American Muslim Poll dirasakan di antara pasangan-pasangan lokal antar-ras karena tingkat usia dan jenis kelamin bervariasi dari kasus ke kasus. Wanita Muslim dilaporkan mudah menerima pernikahan antar-ras di usia 30-an daripada di usia 20-an, karena wanita Muslim Amerika di usia 30-an cenderung lebih mapan.
Meskipun Muslim adalah komunitas dengan peringkat tertinggi untuk berpartisipasi dalam pernikahan antar-ras, data tersebut mendorong merefleksikan hubungan antara pernikahan muslim antar-ras dan komunitas muslim yang beragam ras. Sementara orang muslim terus menjembatani perbedaan rasial di komunitas mereka, peningkatan angka pernikahan antar-ras adalah fenomena budaya.