Senin 17 Feb 2020 20:01 WIB

BPJPH Enggan Tanggapi Peran Ormas Islam dalam Fatwa Halal

Ketua BPJPH siap menjalankan Omnibus Law jika sudah disahkan DPR.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
BPJPH Enggan Tanggapi Peran Ormas Islam dalam Fatwa Halal. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso.
Foto: Republika/ Wihdan
BPJPH Enggan Tanggapi Peran Ormas Islam dalam Fatwa Halal. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Sukoso enggan menanggapi adanya perubahan aturan dalam rancangan Omnibus Law alias RUU Cipta Kerja, khususnya yang terkait dengan pelibatan ormas Islam dalam mengeluarkan fatwa halal. 

“Begini, itu kan masukan dari banyak pihak. Kalau kami secara resmi belum dapat. Kecuali kalau itu sudah dikirim ke kantor saya lewat institusi resmi. Kalau masih merupakan sebuah ide, opini, saya tidak bisa nanggapi dong,” ujar Sukoso saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/2).

Baca Juga

Kendati demikian, menurut dia, setelah rancangan undang-undang tersebut disahkan oleh DPR, ia siap menjalankan apa pun yang diperintahkan. “Kami menjalankan apa yang ada di dalam undang-undang dan perkara hasilnya Omnibus Law tentu itu perintahnya ke kita. Kita itu yang menjalankan pekerjaan,” ucapnya.

Dia menjelaskan, undang-undang tersebut tentunya merupakan produk DPR. Setelah disahkan baru bisa dijalankan oleh pemerintah. Namun, menurut dia, sampai saat Ombinus Law tersebut belum ditetapkan secara resmi oleh DPR.

“Jadi apakah itu sudah ditangani, sudah resmi keluar? Di meja saya belum ada itu. Kalau kami menanggapi sesuatu opini, pendapat, atau pandangan, waduh malah kami tidak bekerja,” katanya.

Sukoso menambahkan, berdasarkan perintah undang-undang, selama ini ormas Islam memang hanya bisa diajak kerja sama sebagai LPH atau menjadi Halal Center. Sementara, untuk mengeluarkan fatwa halal hanya bisa dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Undang-undang bilang, untuk pendirian LPH, Halal Center atau penyedia halal bisa disediakan oleh pemerintah daerah, pusat, perguruan tinggi negeri, yayasan Islam, dan ormas-ormas Islam,” ujarnya.

Seperti diketahui, proses penetapan kehalalan produk-produk yang beredar di Indonesia masuk dalam rancangan Omnibus Law alias RUU Cipta Kerja. Secara garis besar, RUU Ciptaker tersebut membuat sejumlah perubahan, yang diantaranya soal pelibatan ormas Islam berbadan hukum dalam proses sertifikasi halal.

Perubahan signifikan itu terdapat pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Pada UU JPH, dalam melaksanakan kewenangannya, BPJPH sebelumnya hanya bekerja sama dengan LPH dan MUI. Sedangkan dalam RUU Ciptaker aturan barunya adalah ormas Islam yang berbadan hukum juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH.

Pada revisi pasal-pasal UU JPH selanjutnya dalam RUU Ciptaker, ormas Islam dan MUI juga akan dilibatkan mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk (Pasal 32), kemudian penetapan fatwa kehalalan produk (Pasal 33). Dalam UU JPH sebelumnya, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement