Senin 30 Dec 2019 10:40 WIB

Konsep Manusia Penyendiri Menurut Ibnu Bajjah dan Al-Ghazali

Manusia penyendiri merupakan sebuah jawaban hiruk pikuk duniawi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Menjadi manusia penyendiri bukan hal gampang menurut Ibnu Bajjah dan al-Ghazali. Foto ilustrasi Muslim melaksanakan shalat.
Menjadi manusia penyendiri bukan hal gampang menurut Ibnu Bajjah dan al-Ghazali. Foto ilustrasi Muslim melaksanakan shalat.

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi manusia penyendiri barangkali menjadi salah satu solusi bagi manusia di era milenial ini. Konsep yang dicetuskan Ibnu Bajjah ini hadir sebagai respons atas konsep manusia penyendiri al-Ghazali. 

Penjelasan tentang konsep manusia penyendiri (al-mutawahid), sebagaimana dipaparkan dalam kitab Tadbir Al-Mutawahhid Ibn Bajjah: Rezim Sang Failasuf yang dialihbahasakan ke bahasa Inggris dengan judul Ibn Bajjah’s Book Tadbir al-Mutawahhid: An Edition, translation, dan commentary.

Baca Juga

Dalam kitab tersebut diungkapkan, menurut al-Ghazali, manusia harus mengasingkan diri dari orang banyak agar bisa mencapai kebahagiaan tertinggi dengan jalan ibadah semata atau menjadi seorang sufi. Namun, menurut Ibnu Bajjah, hal itu tidak mungkin dilakukan karena bertentangan dengan tabiat manusia sebagai makhluk sosial. 

Ada beberapa hal yang dapat dipahami dari konsep manusia penyendiri Ibnu Bajjah. Pertama, manusia penyendiri adalah sosok filsuf yang hidup pada salah satu negara yang tidak sempurna, yang mana mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama dan ilmuwan saja dan mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik.

Kedua, apabila tidak ditemukan seorang ulama dan ilmuwan, maka mereka harus mengasingkan diri secara total. Dalam artian, tidak berhubungan sama sekali dengan masyarakat, kecuali dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan.

Selain itu, kalau tidak bisa berteman dan bergaul dengan ulama dan ilmuwan, bertemanlah dengan orang-orang baik yang selalu mengajak pada kebaikan serta takut akan maksiat. Bertemanlah dengan orang-orang yang beriman kepada Allah, sehingga ikut menjadi manusia beriman.

Teman adalah cerminan dari diri seseorang. Jika temannya baik seseorang tentu akan menjadi baik pula. Jika dia jahat maka dapat dipastikan akan menjadi jahat juga. Pertemanan sangat mempengaruhi perilaku dan tingkah laku seseorang, sehingga pilihlah teman yang memiliki perilaku yang baik.

“Jangan tanya tentang si orang itu sendiri, melainkan tentang teman-temannya, sebab tiap manusia diarahkan oleh teman-temannya,” kata penyair Zayd ibn Adi al-Abbadi dikutip dari buku ini, halaman 151.  

Konsep Ibnu Bajjah tentang Manusia Penyendiri sangat relevan dengan konteks kekinian. Konsep tersebut menganjurkan masyarakat untuk menjadi makhluk sosial yang cerdas, yang bisa memilah-milah mana yang baik dalam masyarakat dan mana yang tidak, sehingga kehidupan masyarakat terarah kepada hal-hal yang baik.

Orang-orang yang suka menyendiri atau mutawaahid disebut Ibnu Bajjah sebagai orang yang sempurna yang hidup diperkotaan. Penyindirian itu dianggap sebagai cara untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup.  

Kebahagian kaum Mutawahhid itu didapatkan melalui manajemen jiwanya sampai kepada penyatuannya dengan akal (al-aql al fa’al) yang kemudian akan disempurnakan secara abadi melalui akal perolehan (al-Aql al-Mustafad). 

 

 

 

 

   

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement