Selasa 24 Dec 2019 03:20 WIB

Kerukunan Paling Buncit, FKUB Aceh: Cederai Nilai Luhur Aceh

Indeks kerukunan terendah mencederai Aceh sebagai negeri yang harmonis.

FKUB menolak tegas hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama.
Foto: Antara/Ampelsa
FKUB menolak tegas hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh menyatakan, kerukunan umat beragama di provinsi paling barat Indonesia relatif berjalan dinamis, rukun, dan damai terutama hubungan pemerintah dan umat beragama sepanjang tahun 2019 di Aceh.

"Hubungan pemerintah dan umat beragama di Aceh sepanjang tahun ini berjalan baik, dan harmonis. Pemerintah Aceh sangat mendukung pelaksanaan syariat Islam, dan pembinaan kehidupan antarumat beragama," ujar Ketua FKUB Aceh, Nasir Zalba, didampingi Sekretaris FKUB Aceh, Juniazi di Banda Aceh, Senin (24/12).

Baca Juga

Pernyataan itu disampaikann setelah pihaknya menggelar dialog dan refleksi akhir tahun brrtema harmoni kerukunan umat beragama di Aceh yang dihadiri pemateri dari Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, M Waryani Fajar Rianto MHI, dan diikuti sekitar 70 orang peserta terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, organisasi masyarakat keagamaan, organisasi kepemudaan, akademisi, dan aktivis.

Dia mengatakan, pemerintah Aceh memberikan bantuan, bimbingan, dan pelayanan setiap penduduk agar dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar dan tertib dengan selalu bersama para ulama dalam mengambil setiap kebijakan.

Terkait masalah pendirian tempat ibadah di Aceh Singkil yang terjadi 2015, lanjut dia, sempat menjadi isu penting antar umat beragama di Aceh sepanjang tahun 2019.

"Walau telah dilakukan pertemuan dan musyawarah yang difasilitasi oleh pemerintah daerah di Aceh Singkil dan Pemerintah Aceh dengan melibatkan sejumlah pihak, namun hingga akhir 2019 ini, belum tercapai kata sepakat yang diterima oleh para pihak," kata dia.

Dia juga menyebut, masalah internal umat beragama di Aceh yang paling menonjol tahun ini adalah perbedaan pendapat dalam memahami teks atau nas dan bahasa-bahasa agama dalam beberapa peristiwa sering memunculkan permasalah mengakibatkan terjadi disharmonisasi di internal umat beragama khususnya di internal umat Islam.

"Dan permasalahan pendirian tempat ibadah organisasi masyarakat (ormas) Islam di Bireuen, Aceh, masih menjadi topik penting yang hingga kini belum selesai," ucap Nasir.

Juniazi menambahkan, belum selesainya permasalahan pendirian tempat ibadah di Aceh Singkil, maka FKUB Aceh bersedia menjadi mediator dan katalisator dalam penyelesaian persoalan umat yang telah terjadi sejak 1979.

Dia menyebut, FKUB Aceh dan pemuka agama di Aceh menolak tegas hasil survei indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2019 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kementerian Agama baru-baru ini.

"Provinsi Aceh ditempatkan di posisi 34 skor 60,2 atau sebagai daerah dengan Indeks Kerukunan Umat Beragama terendah di Indonesia. FKUB Aceh menilai hasil survei itu telah mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Aceh yang berbudaya, beradab, egaliter, harmonis, dan religius dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.

Pihaknya mengajak seluruh pemuka agama, tokoh agama, pimpinan ormas keagamaan, dan seluruh umat beragama di Aceh agar terus memelihara kerukunan umat beragama yang telah terjalin dengan baik selama ini.

Forum Kerukunan Umat Beragama Aceh mendukung Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tentang salam, doa, dan penggunaan simbol lintas agama dalam perspektif syariat Islam.

"Kami menilai bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh belum memberikan dukungan dana dan fasilitas memadai terhadap pembinaan kerukunan umat beragama di daerah, termasuk ke FKUB sesuai amanah Qanun Aceh No.4/2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah," kata Juniazi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement