Senin 23 Dec 2019 18:24 WIB

Tokoh Agama DKI: Survei Kerukunan Kemenag Anomali

DKI Jakarta menempati posisi ke-27 dalam survei indeks kerukunan beragama.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Agama Fachrul Razi saat menyampaikan indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019, di Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (11/12). Indeks KUB naik sebesar 73,83, naik tipis dari 2018 sebesar 70.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Menteri Agama Fachrul Razi saat menyampaikan indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019, di Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (11/12). Indeks KUB naik sebesar 73,83, naik tipis dari 2018 sebesar 70.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Kementerian Agama (Kemenag) soal Kerukunan Umat Beragama (KUB) yang menyebut kerukunan umat beragama di Jakarta di bawah rata-rata nasional mendapat sorotan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jakarta. FKUB Jakarta merasa survei KUB Kemenag tersebut todak sesuai dengan fakta di lapangan.

Ketua FKUB DKI Jakarta Dede Rosyada mengatakan hasil survei indeks kerukunan umat beragama (KUB) di 34 Provinsi yang dirilis oleh Kemenag dan menempatkan DKI Jakarta pada urutan ke-27 atau dibawah rata-rata indeks KUB nasional.

Baca Juga

"Ada anomali karena perasaannya nyaman, tapi kemudian angkanya di bawah rata-rata nasional dan di bawah daerah yang nyatanya ada konflik pada 2019,” kata Dede Rosyada di Gedung Graha Mental Spiritual, Jakarta Pusat, Senin (23/12).

Diakui dia, pada dasarnya FKUB DKI Jakarta menghargai upaya penilaian tersebut, namun sebagai bukti pertanggung jawaban publik, FKUB DKI Jakarta telah meminta klarifikasi dan penjelasan dari peneliti Kemenag. Hasil klarifikasi, tim peneliti mempresentasikan hasil survei di FKUB pada 18 Desember 2019.

Tim survei menyampaikan secara jujur bahwa sebenarnya survey dilakukan untuk mengukur Indikator Kinerja Utama (IKU) kementrian Agama dalam bidang pembinaan kerukunan. Dengan demikian, dasar survey adalah asesmen terhadap program kerja internal Kemenag sendiri.

Hanya saja, diakui dia, publikasi hasil surveinya berjudul Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), benar-benar telah mengusik pemerintah daerah, tidak hanya DKI tapi juga pemerintah daerah lainnya. Menurut Dede tentu tidak tepat jika instrumen asesmen IKU itu digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah.

"Kami melihat ada masalah dalam pengembangan indikator dan pengambilan sampel," ujar Dede. Keunikan daerah menjadi indikator salah satu variabelnya, sehingga kemungkinan tidak reliable untuk daerah lain.

Dede mengimbau sebagai peneliti baiknya mereka mengkaji lagi data tersebut. Apalagi data yang diteliti itu berlainan dengan fakta di lapangan bahwa KUB di Jakarta cenderung berjalan stabil.

“Kalau dulu saya sebagai peneliti selalu mengkaji data ini mengapa begini, kemudian perasaan publik seperti ini. Jadi harus dikaji lagi,” ujar laki-laki yang pernah menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Hal senada disampaikan Pimpinan MUI DKI Jakarta KH. A. Astamar ia menyayangkan survei KUB yang ia nilai kurang obyektif untuk memotret Jakarta tersebut. MUI Jakarta melihat selama ini sesama umat beragama tidak pernah bersebrangan dengan persoalan umat agama lain.

"Karena itu kami minta segala masalah dilihat seobyektif mungkin. Kami berharap pemerintah menjaga hubungan umat beragama yang sudah baik, jangan membuat blunder lagi," imbuhnya.

Hal senada disampaikan Js. Liem Liliany Lontoh anggota FKUB dari Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN). Liem mengaku, paparan survei tersebut membuat tidak nyaman, khususnya bagi umat Konghucu. Padahal kenyataannya tidak ada polemik keagamaan di tengah masyarakat.

“Bisa jadi di media sosial itu yang menggambarkan hubungan warga Jakarta tidak baik, padahal justru di lapangan hubungannya tetap baik,” ujarnya.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Wilayah (PGIW) DKI Jakarta Pendeta Manuel Raintung tidak menampik memang ada gesekan antar umat beragama saat momen politik. Namun riilnya umat beragama di Jakarta bisa melalui semua momen politik dan demokrasi tersebut. "Saat ini umat beragama di Jakarta tetap kokoh menjaga hubungan sangat baik," imbuhnya.

Karena itu PGIW pun ikut mempertanyakan hasil survei Kemenag tersebut, karena bisa berpotensi berdampak negatif. Jangan sampai seolah membenarkan 'perang dingin' antar umat beragama yang ramai di media sosial. Padahal secara kedewasaan umat beragama di Indonesia, khususnya di Jakarta sudah dewasa.

Kemenag sebelumnya merilis hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2019 pada angka 73,83. Dari urutan itu, DKI Jakarta menduduki peringkat 27, dengan skor 71,3 dibawah rata rata nasional.

“Angka 73,83 ini meningkat dibanding hasil indeks yang diperoleh pada tahun 2018 yaitu 70,90,” kata Ketua Tim Survei Indeks KUB 2019, Prof Dr. Adlin Sila, di Jakarta, Ahad (15/12).

Dijelaskan Adlin Sila, indeks KUB tahun 2019 yang berada di angka 73,83 secara nasional dari rentang skor 1-100. Penilaian ini diukur dari tiga indikator, yakni: indikator toleransi (72,37), kesetaraan 73,72), dan kerjasama (75,40).

“Dari hasil survei tahun 2015-2019, angka rata-rata indeks KUB selalu berada di atas angka 70, atau pada kategori tinggi. Indeks ini memperlihatkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia adalah baik,” tegas Adlin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement