Jumat 20 Dec 2019 04:55 WIB

Lima Isu Utama yang Dibahas di KTT Kuala Lumpur

KTT Kuala Lumpur berupaya memperbaiki banyak kesalahpahaman tentang Islam.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyampaikan pidato di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kuala Lumpur di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (19/12). KTT Islam tersebut bertujuan mengatasi islamofobia dan solusi atas tantangan dunia Muslim.
Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Jamaah muslim WNI melaksanakan Shalat Idul Adha 1440 Hijriah di halaman Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Kuala Lumpur, Malaysia, Ahad (11/8).

Perang di Yaman

Sejak invasi yang dipimpin Saudi di Yaman pada 2015, lebih dari 100.000 orang, sebagian besar sipil, tewas dalam konflik di Yaman. PBB menyebut konflik itu telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Akibat konflik berkepanjangan, sekitar 18 juta orang hidup dalam kelaparan , dan setidaknya 12 juta anak-anak terjebak dalam peperangan dan membutuhkan bantuan. Pada November lalu, pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dan separatis yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan untuk menghentikan pertikaian. Tetapi, konflik berlanjut ketika bagian utara negara itu tetap di bawah kendali Houthi.

Yaman masih menghadapi tantangan kemanusiaan lainnya. Pada November lalu, omite Palang Merah Internasional (ICRC) melaporkan adanya wabah demam berdarah baru di Yaman, dengan adanya ribuan kasus dan beberapa lusin kematian. Wabah kolera yang dimulai pada akhir 2016 juga telah menewaskan hampir 4.000 orang, dan lebih dari setengahnya adalah anak-anak.

Ketidaksetaraan Gender

Dua pertiga orang dewasa yang buta huruf di dunia adalah wanita. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada 2015 oleh Divisi Statistik PBB, hanya setengah dari wanita di dunia yang dipekerjakan, jika dibandingkan dengan tiga perempat pria di dunia.

Di sebagian besar negara berkembang, pekerjaan perempuan bahkan lebih rendah, yakni sekitar 25 persen. Namun, wanita menghabiskan dua setengah kali lebih banyak waktu dan upaya daripada pria untuk pekerjaan dalam bentuk perawatan yang tidak dibayar dan tanggung jawab rumah tangga.

Tantangan seperti itu terutama digaungkan di negara-negara mayoritas Muslim. Menurut studi PBB, sekitar 65 persen wanita di negara mayoritas Muslim mengalami buta huruf, sementara pria sebesar 40 persen.

Laporan Pembangunan Manusia Arab PBB menunjukkan di negara-negara Arab, tingginya tingkat ketidaksetaraan gender bertepatan dengan kurangnya peluang ekonomi di kalangan perempuan. Disebutkan, partisipasi tenaga kerja perempuan sedikit kurang dari 24 persen, dan di antara perempuan muda, kurang dari 18 persen. Angka itu merupakan tingkat terendah di antara semua wilayah.

Sementara itu, bagian perempuan dalam PDB di wilayah Arab hanya sekitar 29 persen, dibandingkan 50 persen di semua negara berkembang. Sedangkan tingkat kemiskinan sebesar 31,6 persen di kalangan wanita, dan 19 persen di kalangan pria.

Indeks Gender Global dari Forum Ekonomi Dunia 2020 mengungkapkan, 17 dari 20 negara terbawah dengan kesenjangan gender terluas adalah semua negara Muslim dan anggota OKI.

Direktur Informasi OKI, Maha Akeel, mengatakan menutup kesenjangan gender dapat meningkatkan PDB. IMF, misalnya, menghitung menutup kesenjangan gender di pasar tenaga kerja dapat meningkatkan PDB di UEA sebesar 12 persen, dan di Mesir sebesar 34 persen.

Sementara itu, Indonesia berada di peringkat 85 dari 153 negara dalam laporan tersebut. Disebutkan, dari 52,6 juta rumah tangga di negara itu, 84 persen dipimpin oleh laki-laki, dan mayoritas perempuan tinggal di rumah atau bekerja secara informal. Sedangkan di Malaysia, kesenjangan gender bahkan lebih tinggi, di mana negara ini menempati peringakt ke-104.

Kesenjangan ekonomi

Masih ada kesenjangan ekonomi di beberapa negara di Timur Tengah dan anggota OKI. Qatar, misalnya, kaya akan minyak dan gas dan menikmati pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Sedangkan Niger, berada di tiga negara termiskin di dunia.

Menurut Bank Dunia, penghasilan Qatar per kapita pada 2017 diperkirakan sebesar 128 ribu dolar AS. Sedangkan penghasilan per kapita Niger diperkirakan mencapai 990 dolar.

Dalam sebuah laporan 2018, Arab Weekly mengutip World Inequality Lab yang mengatakan bahwa Timur Tengah adalah daerah yang memimpin dalam ketimpangan ekonomi. Laporan itu mengatakan, bahwa pembagian pendapatan yang diperoleh untuk 10 persen dan 1 persen dari populasi di Timur Tengah masing-masing melebihi 60 persen dan 25 persen dari total pendapatan daerah pada 2016.

Selama periode 1990-2016, 10 persen populasi teratas di Timur Tengah menikmati, rata-rata, 60-66 persen dari pendapatan kawasan. Sementara 50 persen terbawah rata-rata memperoleh kurang dari 10 persen pendapatan kawasan.

Asisten profesor di Georgetown University di Washington DC, Mark Habeeb, mengatakan ketidaksetaraan pendapatan di negara-negara Timur Tengah lebih merupakan hasil dari elit yang sudah berurat-akar.

"Banyak di antaranya berasal dari keluarga yang mengumpulkan kekayaan sebelum kemerdekaan, dan adanya sejarah kebijakan ekonomi yang gagal. Hal itu termasuk sistem pajak penghasilan yang dikelola dengan buruk, atau tidak ada," ujarnya.

Di Lebanon, misalnya, 10 persen populasi teratas menghasilkan 23,4 persen pendapatan negara. Di Mesir, 19,1 persen dari pendapatan nasional menghasilkan 1 persen teratas, tingkat yang lebih tinggi daripada di Kuwait yang kaya minyak, yaitu 17,7 persen.

Sementara itu di Malaysia, sebuah laporan 2018 yang diterbitkan oleh surat kabar The Star mengatakan, kesenjangan dalam pendapatan rata-rata riil antara 20 persen rumah tangga teratas dan 40 persen menengah dan 40 persen terbawah hampir dua kali lipat antara 2008 dan 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement