REPUBLIKA.CO.ID, LAHORE -- Adalah Bashir Ahmad Meo, warga Muslim Pakistan yang menyelamatkan sebuah pura dari amukan massa.
Peristiwa itu terjadi 27 tahun lalu atau lebih tepatnya pada 7 Desember 1992. Saat itu, Khan berhasil mencegah massa menghancurkan tempat ibadah umat Hindu. Seperti diwartakan Aljazeera, Sabtu (7/12), kejadian diawali akibat hancurnya sebuah Masjid di sekitaran India.
Perusakan terhadap Masjid Babri yang merupakan peninggalan sejarah abad ke 16 oleh nasionalis Hindu itu juga menewaskan sekitar 2.000 warga Muslim India.
Adalah Bhadra Kali Mandir yang berusaha dihancurkan oleh massa. Bangunan itu merupakan candi Hindu abad ke-19 yang didedikasikan kepada Dewa Kali. Candi berada di sebuah kota kecil bernama Niaz Baig di Lahore, Pakistan.
Saat itu candi tersebut beridiri diantara rumah gubuk. Bhadra Kali Mandir merupakan kompleks Pura yang besar.
Namun, bangunan itu terbengkalai pada 1974 oleh India-Inggris terbagi menjadi India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas Muslim. Kota Lahore menjadi bagian dari Pakistan.
Sebagian kompleks tersebut kemudian dijadikan tempat bernaung bagi komunitas Meo, etnis yang berasal dari Gurgaon di India yang masuk Islam dari Hindu antara abad ke-12 dan ke-17.
Mereka terpaksa menempati bangunan tersebut setelah konfilk berdarah yang memisahkan India dengan Pakistan.
Sebelum ditempati, selama bertahun-tahun bangunan tersebut kerap digunakan untuk upacara pernikahan atau bahkan pecandu narkoba dan penjudi ilegal. Komunitas kemudian menjadikan bagunan sebagai Masjid pada 1970 dari pada tempat suci itu disalahgunakan.
Selanjutnya 10 tahun atau pada 1980 kemudian Masjid itu berubah menjadi sekolah. saat menjadi sekolah itulah, massa mencoba meobohkan candi tersebut.
Pemerintah Pakistan di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Nawaz Sharif secara pasif menyaksikan amukan massa yang menghancurkan beberapa candi Hindu diseluruh negeri. Sedikitnya, 24 warga komunitas Hindu tewas akibat kerusuhan tersebut.
Saat itu, massa tengah berdiri di depan Pura Bhadra Kali Mandir. Ketika itu, seorang guru Naseeb Khan dan Ashfaq baru kembali dari Hanjarwal, kota tetangga melihat massa mendatangi sekolah
Saat itu keduanya melihat massa membawa sekop, pacul, dan alat bangunan lainnya. Putra Bashir Ahmad Meo, Muhammad Mushtaq mengatakan, saat itu massa tidak peduli tentang kuil yang diubah menjadi sekolah. "Mereka sudah tahu ini sekolah, namun telah merencanakan untuk berjalan jauh ke sini untuk merobohkan bangunan itu," katanya.
Mushtaq mengatakan, ayahnya yang saat itu berusia 50 tahun lantas menghadapi massa dan bernegosiasi dengan mereka. Dia melanjutkan, usia dan status yang disandang Bashir Ahmad Meo ketika itu mampu membuat massa berhenti di depan pintu.
Mushtaq mengatakan, ayahnya berbicara kepada massa sekitar dua jam. Lanjut dia, Meo menjelaskan bahwa menghancurkan kuil untuk membalas perusakan Masjid Babri akan bertentangan dengan ajaran Islam.
Sambung Mushtaq, ayahnya saat itu mencontohkan perbuatan Nabi Muhammad yang tidak menyerang properti non-Muslim setelah penaklukan Makkah. Meo mendesak massa untuk mengentikan rencana mereka sambil mengatakan bahwa Pakistan telah berdiri dan sudah menjadi tugas warganya untuk melindungi tidak hanya komunitas Hindu tetapi juga tempat ibadah mereka.
"Kita, kaum Muslim, juga pernah menjadi minoritas sebelum pemisahan (India-Pakistan). Kita harus memperlakukan minoritas dengan cara yang sama seperti kita ingin diri kita diperlakukan kemudian. Meskipun tidak ada orang Hindu di sini, kita masih harus memberi mereka kebebasan untuk beribadah sebagai sesama warga Pakistan. Jangan balas dendam atas kehancuran Masjid Babri dengan membuat contoh buruk dari diri kita sendiri," kata Mushtaq menirukan ayahnya.
Dialog yang dilakukan Meo membuat massa berpaling dan pulang. Kuil telah diselamatkan. Sementara Meo kemudian meninggal pada 2018 lalu di usia 83 tahun.
Mushtaq mengatakan, kuil Hindu yang sempat ditinggalkan itu kini tetap menjadi sekolah. Dia mengungkapkan, fasilitas itu menampung lebih dari 400 siswa guna membentuk masa depan mereka.
Mushtaq, Ashfaq dan Khan mengatakan bahwa warisan mereka tinggal dan hidup dalam Pura yang berubah menjadi sekolah itu. Sementara pemerintah Pakistan menjadikan 7 Desember sebagai hari libur nasional guna mengingat penghancurkan Masjid Babri.