REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rencana Kementerian Agama (Kemenag) yang akan menyiapkan modul materi keislaman untuk semua majelis taklim masih direspons beragam oleh pengurus dan anggota majelis taklim di daerah. Pengurus Majelis Taklim Seloso Kliwon, Muhammad Hanif misalnya, berpendapat persoalan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Majelis Taklim ini tergantung dari perspektif mana cara melihatnya.
"Kalau saya berpandangan, Pemerintah dalam hal ini Kemenag ingin hadir dalam setiap aktivitas majelis taklim melalui PMA," ujarnya, Rabu (4/12).
Sehingga, di situ sekaligus ada yang baik juga. Pertama, ketika negara hadir dengan peraturan ini, berarti ada kewajiban Pemerintah memberikan perhatian kepada majelis taklim. Misalnya hadir terkait dengan bantuan pendanaannya, termasuk menyediakan modul konten keislaman sebagai acuan bagi majelis taklim yang ada di negeri ini.
Kedua, tentu dengan maraknya isu tentang radikalisme dan ekstremisme, negara ingin hadir dalam rangka menjalankan fungsi kontrol dengan PMA tersebut. "Maka kalau itu dilihat sebagai hal yang positif tentunya juga positif. Namun jika ada sebagian yang melihat negara sebagai regulator, dalam hal ini ingin mempersempit ruang majrlis taklim ya bisa juga dikatakan begitu," ujarnya.
Oleh karena itu, Muhamad Hanif mengaku, yang paling penting dalam persoalan PMA ini adalah sisi positif kehadiran negara dalam kegiatan masyarakat. Negara selain hadir sebagai regulator juga sekaligus hadir bertanggungjawab terhadap setiap kegiatan yang ada di negeri ini.
Artinya, niat negara ini dipandangnya sebagai sesuatu yang positif dan tidak secara spesifik mengekang. Tentu juga tidak ada salahnya untuk mengikuti apa yang menjadi keiginan nagara.
"Khususnya dalam memperhatikan dan mengontrol aktivitas di masyarakat bagi kepentingan keutuhan bangsa," ujar Hanif.
Sementara itu, persoalan modul materi keislaman yang juga akan disiapkan oleh Kemenag direspons berbeda oleh anggota Majelis Dzikir Al-Khidmah Kabupaten Semarang, Khusnul Arief. Ia mengungkapkan, selama ini aktivitas yang dilakukan majelis Al-Khidmah di tengah masyarakat sudah jelas arah dan tujuannya. Bahkan selama ini juga tidak ada persoalan terkait dengan hal- hal yang dianggap menyimpang, bertentangan atau sesuatu hal yang perlu diawasi.
Ia justru khawatir jika semua urusan majelis taklim harus diatur oleh PMA akhirnya jadi memunculkan kesan adanya batasan tertentu yang membatasi ruang majelis taklim. "Sehingga nantinya aktivitas majelis taklim pun menjadi 'kaku' dan kurang leluasa, karena framing aturan serta ketentuan dari Kemenag tersebut," ujarnya.