Selasa 26 Nov 2019 22:00 WIB

Kebohongan Bukanlah Ciri Muslim Sejati

Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Kejujuran (ilustrasi).
Foto:

Pada suatu hari, Nuh bin Maryam mem berikan amanah kepada salah seorang budaknya, Mubarok. Wahai Mubarok, jagalah kebun anggurku. Peliharalah, siramilah kebunku sampai waktunya panen tiba, ujar dia.

Nuh kemudian pergi untuk urusan bis nis di luar kota. Sementara itu, Mubarok bermukim di kebun anggur majikan nya itu untuk memelihara kebunnya. Beberapa bulan kemudian, Nuh datang kembali ke kebunnya. Dia pun memanggil budaknya itu.

Wahai Mubarok, ambilkan untukku setangkai anggur. Aku ingin sekali mencicipi hasil kerjamu memelihara kebun ini, kata dia. Yang disuruh kemudian bergegas me metik setangkai anggur untuk diberikan kepada tuannya.

Ini masam, Mubarok! protes Nuh setelah mencicipi anggur tersebut. Carikan lagi anggur lain yang manis. Mubarok menuruti perintah tuan nya. Namun, hal yang sama kembali ter jadi. Ini juga masam. Carikan untukku yang manis! seru Nuh.

Untuk ketiga kalinya, Mubarok mengambilkan anggur seperti yang diminta. Hasilnya sama saja. Nuh merasa setiap anggur yang dibawakan untuknya selalu masam.

Apakah kamu tidak bisa mem bedakan mana anggur yang manis dan masam? tanya Nuh dengan wajah merah mena han amarah.

Wahai tuanku, aku tidak dapat mem bedakannya. Sebab, aku tak pernah mencicipinya, jawab sang budak. Kamu tidak pernah mencicipinya se kalipun? kata Nuh penuh keheranan, Pa dahal, kamu sudah sekian lama aku tugaskan menjaga kebun ini.

Ya, tuan. Engkau menugaskanku untuk menjaganya, bukan untuk mencicipi tanaman yang ada di sini. Karena itu, aku tidak berani mencicipi walau sa tu buah saja, kata Mubarok dengan nada pasti.

Rasa kesal Nuh bin Maryam mereda. Dia pun termenung sejenak. Kejujuran bu dak sang penjaga kebun sungguh meng agumkan. Belum pernah Nuh mendapati seseorang yang begitu amanah dalam menjalankan tugas selain orang suruhan yang ada di hadapannya kini. Aku terkesan dengan kejujuranmu. Mulai saat ini, engkau kumerdekakan, ujar Nuh.

Mendengar kata-kata itu, Mubarok melonjak gembira. Tidak hanya dimerdekakan. Nuh pun memberikan kepadanya sejumlah harta sebagai modal usaha.

Belakangan, sang mantan budak itu lebih dikenal sebagai Abdullah bin Mubarak. Sosok dari abad ketiga hijriah itu merupakan seorang pakar ilmu fikih dan hadis.

Dari kisah keteladanan tersebut, kita dapat melihat bagaimana kejujuran dalam diri Mubarok yang dibalut dengan spirit keimanan dan ketakwaan. Meskipun tak dilihat satu orang pun, dirinya tetap berkomitmen pada kejujuran. Sebab, dia meyakini, Allah SWT Maha Melihat.

Dalam mengemban amanah yang diberikan majikannya, ia bertanggung jawab penuh. Dia tidak mengharapkan pu jian manusia. Sebab, visinya adalah taat kepada Yang Maha Esa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement