Senin 18 Nov 2019 14:30 WIB

Cahaya Ilmu dari Baitul Hikmaj

Pembentukan Baitul Hikmah pada masa Dinasti Abbasiyah menjadi magnet pengetahuan

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.
Foto: bbc.co.uk
Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembentukan Baitul Hikmah pada masa Dinasti Abbasiyah mampu menjadi magnet pengetahuan dan peradaban dunia. Baghdad di bawah kepemimpinan Harun al-Rasyid kala itu menjadi pusat peradaban dunia berkat maju dan berkembangnya Baitul Hikmah.

Kota Baghdad yang dibangun pada tahun 136 Hijriyah di masa khalifah Abu Ja'far al-Manshur itu tak disangka bakal menjadi pemikat penjuru dunia. Baghdad di kemudian hari bertumbuh menjadi kota dengan pusat ekonomi, pemerintahan, dan pendidikan yang unggul.

Dari sektor pendidikan, Kota Baghdad yang di dalamnya terdapat Baitul Hikmah mampu mencetak generasi alim di bidang agama hingga sains. Sebut saja al-Battani, al-Kindi, al-Ghazali, al-Khawarizmi, hingga al- Farabi.

Di masa awal pendirian Baitul Hikmah, Khalifah Harun al-Rasyid memfungsikannya sebagai perpustakaan pribadi. Namun, pada masa pemerintahan anaknya, yakni al- Ma'mun, fungsi Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga pendidikan formal dan pusat laboratorium.

Dalam berbagai literatur Islam kontemporer dan modern, banyak diceritakan mengenai pengalaman spiritual al-Ma'mun yang menjadikannya bertekad mengembangkan Baitul Hikmah. Alkisah beliau bermimpi bertemu dengan seorang yang tua dan menjelaskan padanya nilai-nilai filsafat.

Di mimpi tersebut, al-Ma'mun berdiskusi dengan si orang tua mengenai banyak hal. Di kemudian hari, mimpi itu menyadarkannya bahwa kemungkinan besar orang tua itu adalah Aristoteles yang memintanya menerjemahkan karyanya ke dalam bahasa Arab agar tak lekang zaman.

Kemudian, al-Ma'mun mengumpulkan seluruh ahli ilmu pengetahuan dari berbagai bidang dan meneguhkan konsistensinya untuk menjadikan Baitul Hikmah sebagai lembaga pengetahuan yang profesional. Al-Ma'mun kemudian didapuk menjadi penanggung jawab pembangunan Baitul Hikmah pada 815 Masehi.

Dalam buku History of the Arab karya Phillip Khuri Hitti disebutkan, era penerjemahan naskah-naskah di Baitul Hikmah kelak disertai dengan era penulisan karya-karya mumpuni. Buku-buku berkualitas semisal kitab al-Qanun tentang kedokteran karya Ibnu Sina, al-Kawakib al-Tsabitah tentang astronomi karya Abdul Rahman al-Shufi, hingga kitab surah al-Ardh tentang geografi karya al-Khawarizmi lahir dari rahim Baitul Hikmah.

Karena mampu menerjemahkan literatur asing ke dalam bahasa Arab, hal itu juga membuat Baitul Hikmah sebagai medium yang menyambungkan berbagai pemikiran terbuka. Tak mengherankan jika pada masa ini, dengan hadirnya Baitul Hikmah, Baghdad dikenal dengan sebutan the Golden Age of Islam atau masa keemasan peradaban Islam.

Khalifah al-Ma'mun juga sangat berpikiran terbuka dan mengkaji lebih jauh tentang dunia. Tak mengherankan pula jika banyak pelajar dan kalangan nonakademisi yang hendak belajar ke Baitul Hikmah, baik dari Cina, Yunani, India, hingga Persia.

Cahaya ilmu dari Baitul Hikmah menjelma menjadi kebutuhan bagi dunia yang saat itu dirundung masa kegelapan pengetahuan. Dari karyakarya terkemuka ilmuwan Islam Baitul Hikmah, kontribusi terhadap ilmu pengetahuan modern yang ada saat ini masih terasa.

Ilmuwan-ilmuwan barat modern kerap mengaku terinspirasi dari karyakarya ilmuwan Muslim Baitul Hikmah. Bahkan, penemuan-penemuan sains yang ada saat ini tak terlepas dari buah pikir brilian ilmuwan Baitul Hikmah. Namun, kejayaan Baitul Hikmah memang hanya bertahan hingga lima abad saja. Terhitung pada 1257, bangsa Mongol dalam pimpinan Hulagu Khan menyerbu dan memorak-porandakan Baghdad.

Dalam penyerbuan ini, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, al-Musta'shim Billah, tewas di tangan bangsa Mongol. Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol juga memorak-porandakkan arsip ilmu pengetahuan yang tersimpan di Baitul Hikmah.

Diceritakan bahwa pasukan tentara Mongol membuang naskah-naskah penting dari Baitul Hikmah ke Sungai Tigris. Sebagian naskah tersebut hilang dan sisanya dengan beragam upaya mampu diselamatkan meski jumlahnya tak banyak.

Baitul Hikmah pada masa kejaya annya memang mengundang rasa bangga bahkan bagi generasi Muslim sekarang. Namun, meski Baitul Hikmah secara fisik telah hilang akibat beringasnya tindakan tentara Mongol, semangat Baitul Hikmah bagi dunia tak boleh padam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement