REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menunaikan tugas kenabian, Rasulullah Muhammad SAW menghadapi banyak cobaan. Di antara para penentang dakwah Islam ialah al-‘Ash bin Wa’il.
Dia berasal dari Bani Sahm. Secara genealogis, al-‘Ash masih saudara ipar Abu Jahal karena istrinya, Ummu Hirmalah, merupakan saudara kandung tokoh Quraisy itu.
Al-‘Ash memiliki dua orang putera yang pada akhirnya memeluk Islam: Hisyam dan ‘Amr.
Hisyam bin al-‘Ash termasuk pemuda pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW. Begitu mengetahui keislaman anaknya itu, al-‘Ash menyiksa Hisyam hampir setiap hari. Dia justru merasa bangga karena dipuji-puji para pemimpin Quraisy yang menilai al-‘Ash lebih melindungi agama nenek moyang daripada nyawa anaknya sendiri.
Saudara kandung Hisyam yang lebih tua bernama ‘Amr bin al-‘Ash. Sejarah mengenangnya sebagai sang pembebas Mesir. ‘Amr masuk Islam lebih belakangan daripada Hisyam.
Al-‘Ash terkenal sebagai sosok yang cerdas. Dia gemar mendebat Rasulullah SAW di depan khalayak umum. Tujuannya mempermalukan beliau sehingga orang-orang tidak mau mendengarkan dakwah Islam.
Rasulullah
Salah satu ajaran Islam yang paling ditentangnya ialah kepercayaan tentang akhirat. Al-‘Ash menganggap adanya kehidupan setelah kematian di dunia bertentangan dengan akal. Karena itu, dia menertawakan keyakinan tentang Hari Kiamat. Dalam istilah kekinian, al-‘Ash merupakan penganut materialisme.
Suatu ketika, al-‘Ash membawa sejumlah tulang belulang ke hadapan Rasulullah SAW.
“Wahai Muhammad, benarkah Tuhanmu sanggup menghidupkan kembali tulang-tulang yang sudah hancur lebur ini?” tanya al-‘Ash dengan nada meremehkan.
“Tentu Allah akan mematikanmu, lalu menghidupkanmu, dan tempatmu kelak adalah neraka,” jawab Nabi SAW.
Peristiwa itu menjadi sebab turunnya surah Yasin ayat 78-79.
Artinya, “Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?’ Katakanlah: ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.’”
Pada lain waktu, al-‘Ash bahkan menyinggung perasaan Nabi SAW. Saat itu, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin sedang berduka. Sebab, putera beliau, Ibrahim, belum lama meninggal dunia.
Ketika Rasulullah SAW sedang lewat, al-‘Ash berkata dengan intonasi suara yang sengaja dikeraskan, “Lihat, itu Muhammad. Orang yang pupus keturunannya. Kalian tenang saja. Tidak lama lagi dia akan mati juga.”
Turunlah surah al-Kautsar ayat ketiga, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu (Muhammad), dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” Dengan ayat tersebut, Allah SWT membantah al-‘Ash sekaligus mengangkat moral Nabi SAW dan umat Islam pada umumnya.
Akhir hidup al-‘Ash sungguh tragis. Dia mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke Thaif. Saat sedang beristirahat, kakinya tertusuk duri. Tak lama kemudian, kedua kakinya membengkak hingga sebesar leher unta.
Sejak saat itu, al-‘Ash hanya bisa tergeletak tak berdaya di atas dipan. Bahkan, tidak hanya kakinya. Seluruh tubuhnya kemudian membusuk sehingga orang-orang tak sudi mendekatinya. Demikian keadaannya sebelum menghembuskan nafas terakhir.