REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Santri dapat ikut berperan untuk mengembangkan ekonomi syariah karena memiliki berbagai potensi yang dapat menyokong kesejahteraan pesantren dan para santrinya dan ikut membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia (sustainable development Ggoals/SDGs).
Pernyataan ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangungan Nasional (Bappenas), Bambang PS Brodjonegoro, dalam SDGs Annual Conference 2019 yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (8/10).
"Paling tidak ada tiga potensi pesantren dalam memandirikan umat. Pertama, potensi jumlah santri yang besar. Kemudian potensi masyarakat sekitar pesantren, dan ketiga potensi zakat dan wakaf umat," katanya.
Menurut dia, semua potensi itu dapat membantu mewujudkan kemandirian usaha di pondok pesantren serta membantu meningkatkan kesejahteraan santri.
Dalam pembukaan diskusi soal peran santri dalam pelestarian pesisir dan laut, pemimpin lembaga yang disebut juga Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN) itu menekankan peran santri dan pesantren dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs), terutama ekosistem laut yang menjadi tema tahun ini.
Kegiatan yang digelar Bappenas dan Badan Pembangunan PBB (UNDP) itu dihadiri Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Kementerian Agama, Deputi Resident Representative UNDP Indonesia Sophie Kemkhadze, Pesantren Pesisir "Tarbiyatut Tholabah" Lamongan (Jatim), dan lebih dari 100 perwakilan pesantren dari pesisir DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Menurut Bambang, dari puluhan ribu pesantren yang ada di Indonesia, tidak sedikit yang terletak di pesisir di mana kehidupannya bergantung kepada sumber daya laut dan pesisir.
Selain itu, kata dia, peran pesantren bisa menjadi agen perubahan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pesisir dengan segala keunikan dan kekhasannya.
"Baik dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, yang berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendorong tata kelola yang baik bagi sumber daya kelautan," katanya.
Sementara itu, Project Coordinator, Global Marine Commodities(GMC) UNDP Indonesia, Jensi Sartin, menjelaskan kegiatan itu merupakan bagian dari platform "multi stakeholder" perikanan berkelanjutan, yang telah diluncurkan pada 25 Juli 2019 oleh Bappenas dan UNDP sebagai ruang kolaborasi semua pihak untuk bersama-sama menghasilkan dan mengawal solusi sistemik untuk mewujudkan perikanan nasional yang adil, mandiri, dan berkelanjutan di bawah payung pencapaian SDG-14.
Menurut dia, platform ini dibentuk melalui program GMC (2018-2021) yang dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan teknis dari UNDP dan pembiayaan dari Global Environment Facility(GEF), yang berkontribusi pada transformasi komoditas perikanan dengan mengarusutamakan keberlanjutan dalam rantai pasokan perikanan Indonesia.
Dengan kompleksitas tantangan yang dihadapi dan karakteristik perikanan di Indonesia, kata dia, diperlukan pengelolaan yang terpadu, mempertimbangkan integrasi usaha hulu dan hilir, aspek lingkungan dan sosial ekonomi, dan inklusifitas pengelolaan yang melibatkan kerja sama dari semua pemangku kepentingan.
Dia menyebutkan, salah satu kunci untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan adalah mewujudkan pengelolaan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang mengakomodasi keunikan, kekuatan, dan keranekaragaman dalam perikanan Indonesia. “Hal ini sejalan dengan tiga aspek utama dalam SDG-14 yaitu perikanan yang sehat, ekosistem yang produktif, dan perikanan yang menyejahterakan,” kata Jensi.