Rabu 02 Oct 2019 13:15 WIB

Berikan Nama Terbaik untuk Produk Anda, Ini Fatwa MUI

Penamaan yang baik akan mendukung keberkahan produk.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
 Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat menyatakan fatwa tentang haramnya menggunakan kata-kata terlarang atau haram dalam Islam pada produk makanan, minuman, kosmetik, pakaian hingga obat-obatan berlaku di berbagai daerah di Indonesia.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan fatwa tersebut menjadi pedoman untuk pelaksanaan audit dan sertifikasi halal untuk produk panganan.

Baca Juga

Niam menjelaskan dalam fatwa itu mengatur tentang penggunaan bahan, nama bahan, nama produk baik pada makanan dan minuman, obat-obatan, pakaian, hingga kosmetik yang tidak boleh berasal dari bahan yang haram dan najis.

Selain itu pula, tidak menggunakan penamaan pada bahan atau produk dengan menggunakan kata-kata yang memiliki identitas terlarang di masyarakat atau haram.  

Dia menyebutkan, salah satu yang diatur adalah soal penggunaan bahan, juga nama atas bahan, serta produk tersebut. Bahan tak boleh berasal dari yang haram dan najis. “Namanya juga tidak diperbolehkan menggunakan nama yang terasosiasi terhadap barang yang haram dan najis,” kata dia kepada Republika,co.id pada Rabu (1/10) 

Misalnya, kata dia, produk tersebut memakai nama bolu cap babi, sekalipun bolu tersebut menggunakan bahan halal yang suci tetapi kalau menggunakan nama dan brand yang dikenal sebagai barang yang haram dan atau najis itu tidak bisa disertifikasi halal. 

Niam menjelaskan fatwa tersebut prinsipnya menjadi panduan dalam proses sertifikasi halal bagi auditor. Selain itu, menurutnya, hal ini juga untuk mengedukasi masyarakat agar ketika menyajikan barang atau produk disamping menggunakan bahan yang baik dan halal juga menggunakan identitas pada produk dengan nama yang baik.

“Berbeda halnya kalau sudah jamak dan sudah umum dikenal masyarakat, misalnya bir pletok sekalipun itu menggunakan (kata) bir tetapi itu sudah umum dikenal masyarakat itu bukan minuman keras terapi minuman khas Betawi yang bahannya halal dan suci maka itu dikecualikan,” katanya.

Niam menegaskan kendati material atau bahan pada produk merupakan bahan yang halal, namun tetap tidak boleh menggunakan kata atau nama pada produk yang dilarang atau terasosiasi pada barang yang haram atau najis. “Kalau terasosiasi  di tengah masyarakat yang tidak patut maka tidak diperkenankan,” tutur dia. 

Hanya saja, jika lipstik seksi misalnya itu kan sekalipun menggunakan kata seksi tetapi posisinya untuk kepentingan kosmetika, kepentingan perhiasan. Tetapi beda misalnya ayam bakar bebas zina misalnya judulnya, kalau yang terasosiasi di masyarakat sesuatu keburukan itu tidak diperkenankan. 

“Tetapi yang sudah jamak dikenal dimasyarakat sesuatu yang biasa atau umum itu tidak dilarang seperti tadi bir pletok, roti buaya, itu tidak mengapa karena itu sudah dikenal di masyarakat sebagai sebuah kebaikan,” katanya. 

Menyinggung beberapa penamaan pada produk makanan dan minuman yang kerap menjadi brand masyarakat dalam produk yang dijualnya semisal Mie Iblis, Mie Setan, atau Ayam Neraka, menurut Niam, penamaan pada produk makanan seperti itu juga tidak diperbolehkan. “Iya jadi tidak disertifikasi, ini sudah ada pedoman penetapan fatwanya,” katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement