Kamis 03 Oct 2019 04:27 WIB

Berbagai Mitos Bulan Safar dalam Tradisi Arab Jahiliyah

Ada anggapan bahwa bulan Safar identik dengan 'kesialan' atau penyakit.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Subarkah
Salah satu kegiatan keseharian budaya Arab
Foto: arpai.com
Salah satu kegiatan keseharian budaya Arab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika memasuki bulan safar, sebagian orang masih memiliki pemikiran yang 'buruk' tentang bulan kedua dalam penanggalan Hijriyah tersebut. Bulan Safar adalah bulan yang datang setelah bulan Muharram dalam kalender Islam. Akan tetapi, tidak sedikit yang beranggapan bahwa bulan Safar identik dengan 'kesialan' atau penyakit.

Padahal, pendapat buruk tentang bulan Safar tersebut berangkat dari pemikiran masyarakat Arab Jahiliyyah di masa lampau. Ada beberapa kebiasaan yang kerap dilakukan kaum Arab Jahiliyah di bulan Safar dan mitos-mitos tentang bulan Safar.

Mengutip dari buku berjudul "Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah" karya Ida Fitri Shohibah, orang Arab Jahiliyah beranggapan bahwa bulan Safar adalah bulan kesialan. Mereka beranggapan bahwa bulan Safar adalah bulan di mana Allah menurunkan kemarahan dan hukuman ke dunia. Oleh karena itu, mereka berpikir ada banyak musibah dan bencana terjadi di bulan ini, khususnya pada Rabu pekan terakhir.

Safar menurut bahasa berarti kosong. Sebab dinamakan Safar karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dahulu yang meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka, sehingga kosong untuk berperang atau bepergian jauh.

Selain itu orang Arab Jahiliyah di masa lalu berpendapat bahwa Safar berarti penyakit yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Pendapat lain menyatakan Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit. Selanjutnya, ada anggapan untuk tidak boleh menggelar kegiatan penting di bulan Safar, seperti pernikahan, khitan, dan lainnya.

Mengutip dari buku berjudul "12 Bulan Mulia-Amalan Sepanjang Tahun" yang ditulis oleh Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, di masa lalu orang-orang Arab Jahiliyah menggunakan bulan Safar untuk meramal. Sebagaimana diungkapkan oleh Imam Malik ra, bahwa penduduk Jahiliyah meramalkan nasib dengan Safar dan mengatakan bahwa itSulah bulan yang diramalkan. Namun, Nabi Muhammad SAW kemudian menafikan hal itu.

Selain itu, mereka pun melarang orang-orang untuk melakukan perjalanan pada bulan Safar. Mereka beranggapan, perjalanan pada bulan Safar berarti menjemput kesialan dan dinilai berbahaya.

Namun, ketika Islam datang, segala pemikiran yang keliru tersebut dibantah oleh Rasulullah SAW. Disebutkan, bahwa menganggap sial bulan Safar termasuk salah satu jenis tathayyur (menganggap kesialan karena sesuatu) yang terlarang. Perbuatan tersebut dilarang oleh Allah, karena termasuk kebiasaan Jahiliyah.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah, "Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar" (HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327)).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement