REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Sejumlah insiden Islamofobia meningkat di seluruh Eropa. Hal ini karena meningkatnya pengaruh gerakan dari sayap kanan.
Hal tersebut tertuang dalam laporan oleh sebuah lembaga think tank yang berbasis di Ankara, Foundation for Political, Economic and Social Research atau SETA.
"European Islamophobia Report 2018" yang dirilis baru-baru ini memfokuskan secara rinci, pada dinamika yang mendukung munculnya rasisme anti-Muslim di Eropa.
Laporan itu menyoroti pada hal terorisme Islamofobia dan dampak wacana anti-Muslim pada hak asasi manusia, multikulturalisme, dan keadaan hukum di Eropa.
"Secara umum, hanya ada sedikit liputan media positif tentang komunitas Muslim di Eropa. Kebencian Islamofobia sering menyebar melalui Internet," sebut laporan itu dilansir dari Anadolu Agency, Selasa (1/10).
Berdasarkan laporan tersebut, bangkitnya Islamofobia menimbulkan ancaman tidak hanya bagi umat Islam, akan tetapi juga bagi keamanan, dan stabilitas Eropa. Media juga memainkan peran penting dalam reproduksi, dan normalisasi rasisme anti-Muslim.
Sentimen anti-Muslim juga secara teratur terwujud dalam petisi. Selain itu, bahasa Islamophobia oleh politisi berpangkat tinggi, sebagian besar dari sayap kanan, menormalkan bahasa yang tidak manusiawi dan rasis menyangkut penggambaran umat Islam. "Muslim adalah salah satu korban pertama dari munculnya ekstremisme sayap kanan di Eropa," kata laporan SETA.
Beberapa partai arus utama juga melegitimasi kebencian terhadap yang lain, bahkan menggunakan argumen sayap kanan untuk tujuan pemilihan umum. Adapun SETA merupakan lembaga penelitian nirlaba, yang didedikasikan untuk studi inovatif tentang isu-isu nasional, regional, dan internasional.