Rabu 11 Sep 2019 22:33 WIB

Pondok Pesantren Nurul Huda Hidupkan Desa Kertawangunan

Pondok Pesantren Nurul Huda terus alami perkembangan signifikan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Pondok Pesantren Nurul Huda Kertawangunan Kuningan.
Foto: Republika/Andrian Saputra
Pondok Pesantren Nurul Huda Kertawangunan Kuningan.

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Pondok Pesantren Nurul Huda Kertawangunan sudah berusia 28 tahun. Pesantren yang berlokasi di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan ini terus mengalami perkembangan signifikan.

Di bawah Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda Kertawangunan, kini terdapat juga lembaga pendidikan formal mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD Islam Terpadu, SMP Islam Terpadu, dan Madrasah Aliyah. Bahkan teranyar pesantren juga mempunyai badan wakaf yang bertujuan untuk kemaslahatan santri dan umat. Namun dibalik kemajuan pesantren, terselip kisah perjuangan pendirinya yakni KH Abdul Syukur kala merintis pesantren Nurul Huda.

Kiai Abdul Syukur memang merupakan warga asli Kuningan. Ia menghabiskan masa mudanya dengan menimba ilmu di beberapa pesantren. Diantara pesantren tempatnya mengaji yakni Pesantren Ar Romli Kadugede dan Pesantren Buntet Cirebon. Seletah lama menimba ilmu agama, Kiai Abdul Syukur kembali ke kampung halamannya.

Kala itu warga di Desa Kertawangunan masih awam pada agama. Warga pun kerap menjalankan kegiatan yang bersifat khurafat yang tidak ada dalam tuntunan agama semisal keharusan menyembelih hewan ternak dimana kepala dan kaki hewan ternak harus dikubur jika telah memasuki panen raya.

 

Saat Kiai Abdul Syukur kembali ke kampungnya. Ia berupaya menghidupkan mushola kecil di Kertawangunan. Di mushola itu lah Kiai Abdul Syukur mengajar mengaji anak-anak desa.

“Tahun 1991 itu saya buka pendidikan salafiyah, mengaji kitab kuning di mushola kecil itu yang tanahnya wakaf dari paman. Saya merintis terus, karena tak ada aktifitas keagamaan. Ada setahun sekali, Ramadhan saja,” kaya Kiai Abdul Syukur saat berbincang dengan Republika,co.id pada Rabu (11/9).

Upaya Kiai Abdul Syukur menghidupkan Desa Kertawangunan pun kerap mendapat cibiran dari sejumlah warga. Bahkan, beberapa diantara tak yakin jika Kiai Abdul Syukur dapat mendirikan sebuah pesantren yang maju di kemudian hari.

Meski demikian, Kiai Abdul Syukur tak menghiraukan hal itu. Perlahan-lahan, dakwahnya diterima masyarakat sekitar. Banyak warga yang tercerahkan kemudian antusias belajar lebih dalam tentang  Islam. Bahkan banyak warga yang membantunya saat pertama kali hendak merenovasi mushola yang kemudian menjadi masjid pesantren.

“Sedikit-sedikit kita berikan penjelasan, semua karena ketidaktahuan,” katanya.

Seiring waktu, Kiai Abdul Syukur tak hanya mengajar mengaji anak-anak desa Kertawangunan dan sekitarnya. Banyak santri dari berbagai daerah yang berdatangan. Kala itu santri di luar Kertawangunan yang mondok baru 40 santri. Keberadaan pesantren pun semakin memantapkan dakwah Kiai Abdul Syukur. Desa Kertawangunan yang mulanya sepi dari aktifitas keagamaan, kini menjadi ramai terutama pada hari-hari besar Islam.

Sementara pada 1995, ia pun mendirikan asrama bagi menginap para santrinya. Dibantu putranya usai menimba ilmu di Al Azhar Kairo, pada 2015 Kiai Abdul Syukur mendirikan Yayasan Nurul Huda Kertawangunan. Beberapa tahun berselang, pesantren pun memiliki lembaga formal dari tingkat SD hingga Aliyah.  Kini total santri yang mondok di Pesantren Nurul Huda Kertawangunan berjumlah sekitar 214 santri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement