Selang beberapa lama, dirinya pun memeroleh hadiah yang sama seperti yang Allah hadiahkan kepada Siti Hajar. Beberapa hari belakangan, dirinya merasa demam, kondisi tubuhnya menurun, nafsu makannya berkurang, mual-pening, hampir setiap hari. Hanya kepada sang adik, ia ceritakan semua yang ia rasa sebab ia masih terasing di tempat itu.
Sirin menduga kakak kandungnya ini sedang hamil. Namun Sayyidah Mariyah tak mau banyak berharap dan terlalu bahagia; meski tentu, harapan mendapatkan anak sangat ia idam-idamkan! Tibalah suatu hari, ketika gejala-gejala makin muncul semakin menjadi dan tidak bisa disembunyikan, ia mendapati bahwa dirinya betul-betul hamil! Doanya terkabul. Ia bahagia bukan kepalang. Segera ia memberitahu Rasulullah akan kabar baik ini dan Rasulullah pun memekik takbir seraya bersujud atas anugerah tersebut.
Seisi Madinah berbahagia. Mereka menyambut kehadiran bayi tampan yang diberi nama Ibrahim—sebagai penghormatan atas Nabiyallah Ibrahim as yang juga pernah menempatkan isterinya Siti Hajar, bersama anaknya, Ismail as di bumi Makkah.
Rasulullah meraih Ibrahim, mencium dan memeluknya seraya melafalkan adzan di telinga bayi mungil itu. Tak henti-hentinya Sayyidah Mariyah dan Rasulullah mengucap syukur. Ibrahim menjadi amanah sekaligus anugerah di usia Rasulullah yang tak lagi muda; 60 tahun.