Senin 09 Sep 2019 23:00 WIB

Menyelami Samudera Keikhlasan Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah

Keikhlasannya pun nyata berbuah manis.

Oase (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Oase (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salma Febriany

Terlahir sebagai budak Mesir berparas cantik, Sayyidah Mariyah binti Syam’un (ayahnya seorang Qibthiy dan ibunya bangsa Romawi beragama Kristen) atau yang lebih populer dengan panggilan Mariyah al-Qibthiyah harus mengikhlaskan dirinya manakala ia ditebus sebagai hadiah untuk Baginda Nabi, Rasulullah Saw.

Dari Raja Mesir kala itu, Raja Muqauqis. Ia tak sendiri, adiknya, Siri>n, juga salah seorang budak pria, puluhan baju tenun Mesir, wewangian, perhiasan turut menjadi hadiah dari Sang Raja sebagai permohonan maaf karena menolak ajaran yang dibawa Rasulullah Saw.

Mariyah spontan merasa terasing. Bumi Mesir yang indah, aliran sungai nil yang begitu menawan, harus rela ia tinggalkan. Meski bukan sekedar tempat dimana ia lahir dan menghabiskan masa kanak-kanaknya, namun juga menyejarah dalam  relung jiwanya.

Kini, ia harus pindah ke bumi Makkah? Tempat dimana Siti Hajar, isteri Nabi Ibrahim terasing membawa serta bayi Ismail yang kehausan? Dirinya sama sekali belum siap berpisah dari Mesir. Tapi, apa mau dikata. Sebagai budak sang raja, ia hanya bisa patuh dan ikhlas.

Keikhlasannya pun nyata berbuah manis. Rasulullah menerima dirinya sebagai hadiah yang akhirnya dinikahi. Keberadaan Mariyah sontak menyebar cepat ke bumi Madinah. Pun sampai kepada Isteri-isteri Rasulullah yang dengan kerendahan hati menerima kehadiran Mariyah al-Qibthiyah, tak terkecuali Ummahat al-Mu’minin, Sayyidah ‘Aisyah bint Abu Bakar ra.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement