Jumat 23 Aug 2019 05:02 WIB

Prinsip-Prinsip Perniagaan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW tak pernah membuat pelanggannya mengeluh.

Rep: Dialog Jumat Republika/ Red: Agung Sasongko
Rasulullah
Foto: Wikipedia
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Adalah sebuah fakta sejarah bahwa Rasulullah SAW tak sekadar mempraktikkan perdagangan yang adil dan jujur, namun juga meletakkan prinsip-prinsip mendasar aplikasinya dalam hubungan dagang. Ia tidak pernah membiarkan pelanggannya mengeluh.

Ia selalu menepati janji dan mengantarkan barang-barang yang kualitasnya telah disepakati secara tepat waktu.Tak ada pertengkaran antara Muhammad SAW dengan para pelanggannya seperti yang umum terjadi di pasar-pasar saat itu. 

Dalam sebuah riwayat dikisahkan Abdullah ibn Abi Hamzah yang melakukan jual beli dengan Rasulullah namun sebelum semat menyelesaikan transaksinya tiba-tiba harus segera pergi. Ia berjanji akan kembali dan menetapkan batas waktunya. Namun, ia lua akan janjinya dan baru ingat pada hari ketiga.

Saat ia kembali ke tempat yang sama, ia menemukan Rasulullah SAW masih berdiri di sana. Muhammad tidak menunjukkan muka marah dan tidak mengatakan sesuatu, kecuali bahwa ia sudah menunggu di tempat tempat selama tiga hari! 

Satu hal yang selalu dipegang Rasulullah adalah ia mengerjakan dengan sungguh-sungguh setiap urusan, dan segera mengerjakan urusan yang lain begitu telah menyelesaikannya. Baginya, tak ada waktu terbuang percuma hanya untuk bertopang dagu alias berdiam diri tanpa bekerja."Tidak seorang pun pernah memakan makanan yang lebih baik daripada dari hasil kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud pun biasa makan hasil kerja tangannya (HR Bukhari) 

Larangan dalam perniagaan

Nabi melarang memperdagangkan segala sesuatu yang tidak halal dan dilarang oleh Allah, sesuai bunyi surat Al-Baqarah ayat 173 dan Al-Maidah ayat 3. Semua produk turunannya juga diharamkan. Selain itu, jual beli juga harus dilakukan dengan prinsip kejujuran.

Bila ada barang yang cacat, penjual tidak boleh menyembunyikannya dari pembeli. Rasulullah juga melarang jual beli yang dilakukan secara curang. Misalnya, dengan memasukkan unsur haram dalam suatu barang dan menyebut seolah-olah barang itu haram. 

Rasulullah menyebut Allah sangat melaknat perbuatan seperti itu, sebagaimana orang Yahudi ketika Dia menyatakan bahwa lemak itu haram, mereka pun mencampurnya, lalu menjualnya serta menikmati harga yang mereka terima (HR Bukhari dan Muslim). 

Nabi sangat tegas dalam urusan itu dan selalu mengingatkan para sahabat agar berhati-hati terhadap barang-barang haram. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhoi menyebut Nabi SAW melarang harga yang dibayarkan untuk darah, mengutuk orang yang menerima dan membayar riba, orang yang merajah tato di kulit, orang yang mentato dirinya, dan pematung. 

Khusus untuk riba, tak ada 'ampun dalam prinsip perniagaan Rasulullah.Banyak ucapannya yang terang-terangan menyalahkan semua pihak yang terlibat dalam transaksi riba dalam segala tingkatan. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Jabir menyatakan, "Rasulullah telah mengutuk orang yang menerima riba, membayar dan mencatatnya, serta dua orang saksi atasnya, seraya mengatakan "Mereka semua sama saja. 

Wajib bersikap baik

Nabi selalu bertransaksi dengan kejujuran. Orang yang tidak jujur dalam berntransaksi-- tidak main-main nerakalah ganjarannya. Menurut riwayat Abu Dzar, Rasulullah pernah berkata, "Ada tiga orang yang padanya Allah tidak akan berbicara pada hari Kebangkitan, ke arahnya Allah tidak akan melihat, yang tidak Allah sucikan dan mereka mendapat azab yang pedih."Abu Dzar bertanya siapakah mereka. Nabi menjawab bahwa seorang dari mereka adalah orang yang penghasilkan penjualan yang cepat dari suatu barang dengan sumpah palsu (HR Muslim). 

Sebaliknya, saudaar yang jujur dan dapat dipercaya mendapatkan tempat mulia dalam Islam. Mereka akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada (HR Tirmidzi). Ada beberapa petunjuk Rasulullayh disamping sikap jujur dan adil dalam bertransaksi, yaitu, pertama, penjual tidak boleh mempraktikkan kebohongan dan penipuan mengenai barang-barang yang dijual pada pembeli. 

Kedua, pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan hendaknya diberi tempo untuk melunasinya. Selain itu, pengampunan hendaknya diberikan bagi mereka yang sungguh-sungguh tak sanggup membayar utangnya. Ketiga, penjual harus menjauhi sumpah yang berlebih-lebihan dalam menjual suatu barang. "Hati-hatilah terhadap sumpah yang berlebih-lebihan dalam suatu penjualan. Meski mendatangkan untung tapi mengurangi keberkahan."(Muttafaq 'Alaih) 

Keempat, hanya dengan kesempakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan, penjualan suatu barang akan sempurna. Kelima, penjual harus tegas terhadap timbangan dan takaran. Keenam, orang yang membayar di muka untuk pembelian suatu barang tersebut benar-benar menjadi miliknya. Nabi berkata,"Barangsiapa membayar di muka untuk suatu barang, jangan biarkan ia menyerahkan barang tersebut pada orang lain. 

Ketujuh, Nabi melarang bentuk monopoli dalam perdagangan.Dan kedelapan, tidak boleh ada komoditas yang dibatasi harganya. tri/berbagai sumber.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement