Jumat 19 Jul 2019 04:04 WIB

Nabi-Nabi yang Diutus di Mesir

Mesir adalah negeri para raja.

Patung Sphinx dan Piramida Giza di Mesir (ilustrasi).
Foto:

Nabi Musa, Sang Al-Kalim

Nabi Musa AS dilahirkan di Kota Luxor, Mesir, sekitar tahun 1527 SM. Beberapa saat setelah dilahirkan, Allah mengilhamkan kepada ibunya yang bernama Yukabad untuk menghanyutkan anaknya ke Sungai Nil. Musa kemudian dipungut oleh dayang-dayang istana dan diserahkan kepada permaisuri Firaun. Atas pertolongan Allah, Musa tinggal di istana dan terlepas dari rencana pembunuhan oleh Firaun.

Saat mulai tumbuh dewasa, Musa menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara orang Mesir dan seorang pemuda dari Bani Israil. Maka, Musa membantu pemuda Bani Israil itu dan berhasil membunuh pemuda Mesir. Khawatir peristiwa itu diketahui, Musa kemudian pergi berhijrah ke daerah Madyan dan bertemu dengan Syuaib.

Setelah sekitar 10 tahun, Musa mengajak istrinya untuk kembali ke Mesir. Sesampainya di Lembah Thuwa, yaitu suatu tempat yang suci (Wadi Thuwa), Musa melihat sebuah cahaya. Ia mengira hal itu api. Ia meminta istrinya untuk menunggu di tempat tersebut dan Musa mencoba melihat lebih dekat cahaya itu. Ternyata, di tempat itulah Allah mendeklarasikan kenabian dan kerasulan Musa sebagai utusan Allah.

Pengangkatan Musa sebagai nabi ini juga diiringi dengan permintaannya kepada Allah agar menjadikan saudaranya (Harun) untuk dijadikan nabi yang membantu Musa menghadapi Firaun. Hal ini dilakukan karena Harun memiliki kemampuan bahasa yang baik.

Ia juga menerima sembilan mukjizat. Di antaranya, tongkat yang bisa berubah menjadi ular, tangannya mengeluarkan cahaya, dan lainnya. Kemukjizatan Musa lainnya adalah bisa berbicara secara langsung dengan Allah. Kemampuan berbicara dengan Allah inilah yang membuat ia dijuluki dengan Musa Al-Kalim. Peristiwa itu, menurut sebagian pendapat ulama, terjadi di Bukit Thursina. Namun, terdapat sejumlah perbedaan letak Thursina. Apakah di Mesir atau di Palestina.

Allah memerintahkan Musa agar semua mukjizat yang diberikan itu dapat ditunjukkan kepada Firaun yang mengaku sebagai Tuhan. Tongkat Musa yang berubah menjadi ular bisa dijadikan media untuk menghadapi tukang sihir Firaun.

Pada masa Nabi Yusuf AS, Bani Israil menetap di Mesir setelah bermigrasi dari tanah Kan’an (Palestina). Mereka dahulunya adalah orang-orang yang bertauhid dan lurus di atas agama Ibrahim AS.

Saat banyak Bani Israil menyakini Musa sebagai utusan Allah, kemurkaan Firaun semakin memuncak. Dia pun memerintahkan pasukannya untuk menghukum Musa dan Bani Israil. Namun, sebelum peristiwa itu terjadi, Musa dan kaumnya telah pergi meninggalkan Firaun dan keluar dari Mesir menuju negeri yang diberkahi (Palestina).

Menurut beberapa sumber, Nabi Musa wafat di Lembah Tih dan dimakamkan di Gunung Nebo, Yordania. Di Lembah Tih inilah, Nabi Musa menerima 10 perintah Allah (ten commandments) atau Taurat untuk keselamatan Bani Israil.

Di Lembah Tih ini, Bani Israil disesatkan Allah karena mereka membangkang atas perintah nabi-Nya. Allah menghukum mereka di lembah ini selama 40 tahun. Selama itu pula, mereka tidak bisa memasuki Palestina karena kemunafikannya untuk berperang.

Setelah kembali kepada kaumnya, Nabi Musa kaget karena kaumnya makin tersesat jauh. Mereka membuat patung anak lembu untuk disembah. Hal ini terjadi karena ajakan Samiri yang melakukan tipu daya. Maka, Musa pun kemudian mengusir Samiri dan menghancurkan patung anak lembu tersebut. n

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement