Rabu 03 Jul 2019 07:47 WIB

Menelusuri Jejak Islam di Trinidad-Tobago

Muslim yang datang ke Trinidad mayoritas bermazhab Hanafi.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Muslim di Trinidad and Tobago.
Foto: IST
Muslim di Trinidad and Tobago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Trinidad dan Tobago adalah negara di Karibia selatan yang memiliki masyarakat multikultural dan dinamis. Di sana toleransi dan asimilasi agama dan budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Muslim mewakili sekitar enam persen dari populasi Trinidad.

Dua agama terbesar adalah Kristen dan Hindu. Awalnya negara ini dikuasai pasukan Spanyol, Inggris, dan Prancis. Pengaruh Eropa begitu kuat. Sejarah perbudak an telah berkontribusi besar terhadap multikul turalisme negara tersebut. Orang-orang Muslim tiba di Trinidad pada perjalanan pertama para pekerja paksa dari India sekitar awal 1900. Mereka beraktivitas di ladang tebu dan kakao.

Tapi kehadiran muslim di Trinidad tidak dimulai oleh mereka sini. Warga Afrika yang diperbudak adalah orang pertama yang membawa Islam ke Karibia secara umum, walaupun, pada masa perbudak an dihapus, keberadaan Muslim Afrika tak sebanding yang dari India.

Dr Nasser Mustapha, dosen sosiologi di Departemen Ilmu Perilaku The University of West Indies menjelaskan, bahwa kehadiran agama ini dimulai dari kedatangan orang India Timur. Berdasarkan data sensus yang diambil sekitar tahun 1901, persentase Muslim di Trinidad sama dengan yang ada di bebe rapa bagian India Utara, seperti Uttar Pradesh dan Bihar, asal sebagian besar orang India datang. Jadi, populasi India di Trinidad adalah cerminan budaya India Utara.

Muslim yang datang mayoritas bermazhab Hanafi. Pada mulanya mereka bertahan hidup, kemudian membaur dengan lainnya membangun negeri tersebut agar berkembang. Mereka masuk ke lingkungan asing sehingga kerap merasa terancam. Umat Islam mempertahankan hubungan mereka dengan tanah air. Ini karena banyak dari mereka datang dan berusaha untuk kembali ke negara asalnya," jelas dia, sebagaimana diberitakan Carribeanmuslim.com.

Mustapha juga mencatat di kalangan imigran awal umumnya ada perasaan curiga terhadap budaya masyarakat luas. Masalah lain yang mereka hadapi adalah ketidakseimbangan pria dan wanita di kalangan komunitas Muslim awal. Hal ini mengakibatkan tidak adanya keakraban dalam membina rumah tangga.

"Salah satu cara untuk melestarikan identitas adalah dengan berpegang pada ajaran agama mereka," kata Mustapha.

Di kalangan imigran paling awal ada beberapa pikiran progresif. Salah satunya adalah Syed Abdul Aziz, seorang sarjana agama dan pelopor yang kemudian menulis surat kepada penguasa kolonial untuk memperjuangkan tujuan kaum Muslimin.

Namun, Aziz tidak membatasi karyanya kepada umat Islam, tapi juga kepada siapa pun, terutama pemimpin orang India. "Dia, antara lain, mulai memobilisasi orang untuk memiliki sekolah. Saya percaya masjid pertama dibangun di Iere Village, Princes Town, kata Mustapha.

Komunitas Muslim di Trinidad pada mulanya memiliki kekuatan. Mereka akan mendirikan masjid. Tidak ada bentuk penolakan dari pemerintah kolonial. Namun saat ada pertemuan publik, kerusuhan terjadi yang dikenal sebagai kerusuhan Hosay.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement