REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalinan persatuan bangsa Indonesia dinilai mudah melemah, terutama pada momen menjelang dan selama pemilihan umum (pemilu). Hal itu disampaikan Prof Din Syamsuddin saat rapat pleno Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertajuk “Merajut Persatuan Bangsa” di Kantor MUI Pusat, Jakarta.
Menurut dia, ada faktor kultural, struktural, dan proses yang ikut melemahkan solidaritas antarsesama warga bangsa, khususnya dalam konteks pemilu. Dalam hal kultural, sebut Din, Indonesia sesungguhnya antara siap dan tak siap dalam berdemokrasi. Secara teori, demokrasi yang ideal hanya akan terjadi pada masyarakat dengan landasan kebudayaan dan pendapatan yang sudah memadai.
Din membandingkan antara pengalaman Indonesia dan Amerika Serikat. “Mohon maaf, kita belum siap betul (berdemokrasi). Dan itu beririsan pada tingkat kesejahteraan ketika landasan budaya tidak memadai untuk berdemokrasi. Amerika butuh 200 tahun lebih (agar demokrasinya mapan seperti saat ini –Red)," kata Din Syamsuddin, Rabu (26/6).
Ketua Wantim MUI Pusat itu meneruskan, terkait faktor struktural masih ditemui masalah-masalah. Sejak dimulainya Era Reformasi, demokrasi yang diterapkan pada level struktural menurutnya belum menghayati betul nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat.
Din khawatir bila pesan luhur sila keempat Pancasila tidak diaplikasikan dalam sistem politik. Keadaan seperti saat ini akan terulang kembali di masa depan. Malahan, banyak kalangan yang menyimpukan, sistem sekarang masih jauh panggang dari api.
“Mungkin Wantim MUI di masa yang akan datang, akan ngomong seperti ini lagi di waktu pemilu dan pilpres. Karena kita (di masa mendatang) akan menghadapi dampak yang lebih dasyat," ujarnya.
Faktor ketiga adalah proses. Din menilai proses politik itu sendiri menjadi faktor yang memicu perpecahan di kalangan masyarakat. Proses ini bahkan sampai mengakibatkan saling gugat-menggugat antarwarga di ranah hukum positif. Tidak sedikit pula satu sama lain yang saling menuding telah berbuat curang.
"Faktor proses ini harus diserahkan ke ranah hukum. (Tapi) celakanya lagi, sebagian tidak percaya pada lembaga hukum, yang ini akan menimbulkan perdebatan," tuturnya.