REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Halim M Sholeh
Sebagai seorang khalifah, Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang sangat bijaksana dan adil dalam memimpin negara. Tidak heran jika ia dicintai rakyatnya. Suatu hari, salah seorang sahabatnya datang memberikan informasi kepadanya.
Semua itu dilakukan sahabatnya dengan hati yang tulus ikhlas. Sahabat itu menginformasikan bahwa putra sang Khalifah telah membeli sebuah cincin batu yang sangat mahal. Harganya 1.000 dinar.
Seketika raut muka sang Khalifah berubah merah padam pertanda sangat murka. Dipanggilnya sang putra dan dinasihatinya dengan lembut, ''Hai anakku, aku dengar kamu membeli sebuah cincin dengan harga 1.000 dinar. Benarkah?''
Sang putra dengan penuh hormat menjawab, ''Benar, Ayahanda.''
Sang Khalifah melanjutkan, ''Juallah cincin itu. Lalu berilah makan 1.000 orang miskin. Kamu boleh memakai cincin yang terbuat dari besi. Tuliskanlah pada cincin itu kalimat 'Allah menyayangi orang yang menyadari nilai dirinya.'"
Dari kisah di atas, setidaknya ada empat hal yang dapat diambil hikmahnya. Pertama, pola hidup hemat. Untuk kelangsungan kemakmuran suatu bangsa, maka seluruh elemen bangsa harus terbiasa dengan pola hidup hemat dan bersahaja.
Ketika Abdul Aziz memerintah, negara Abbasiyah kala itu sedang dalam kondisi makmur. Itu pun mereka masih perlu untuk berhemat. Apalagi di kala negara sedang dirundung krisis ekonomi, seperti yang dialami negara kita saat ini. Maka, sangat tidak pada tempatnya jika ada elemen bangsa yang memuja pola hidup boros dan bermewah-mewahan.
Kedua, suri teladan yang baik. Seorang pemimpin atau para pemegang kebijakan harus memberikan contoh terlebih dahulu dalam hidup berhemat, dimulai dari diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Sangat tidak patut, jika mereka menyuruh rakyat kecil untuk berhemat, namun mereka atau keluarga mereka mengamalkan pola hidup bermewah-mewahan. Lagi pula, jika rakyat miskin berhemat, berapa yang bisa disisihkan untuk negara ini? Lain halnya jika para pejabat dan konglomerat yang berhemat, maka hasil penghematan mereka pastilah jauh lebih besar artinya.
Ketiga, kepedulian sosial. Penekanan pola hidup berhemat harus dibarengi dengan peningkatan rasa kepedulian sosial. Karena, berhemat tanpa peduli terhadap sosial akan mengakibatkan sikap pelit. Keempat, pembentukan sikap tawadhuk (rendah hati).
Ketika Abdul Aziz menyuruh putranya memakai cincin besi saja dan menyuruhnya menyadari nilai dirinya, maka itu menunjukkan bahwa siapa pun orangnya, betapapun tinggi kekuasaannya, ia harus selalu bisa menjaga sikap rendah hati dan santun.